Friday, October 17, 2008

JIKA GALAU ITU DATANG

Sahabat, pernahkan Anda merasakan kegalauan?
atau, jangan-jangan saat ini justeru Anda sedang galau?

Galau hati dan fikiran membuat hidup terasa hampa, bumi terasa sempit dan langit terasa sesak...
rasanya... ingin lari jauh dari kenyataan hidup...


Sikap setiap orang dengan galaunya hati bermacam-macam,
ada yang memilih tidur, dan berharap setelah terjaga semua masalahnya sudah selesai... manalah bisa bro... :(


ada pula yang memilih mencari teman biskal (bisikan kalbu), ntah sohibnya... teman kostnya... abangnya... ade'nya...nyokapnya... bokapnya... ngkongnya... ato sekadar menghabiskan waktu sampe pagi di meja chating... (kayak teman2 saya di kick andy room, -dude)

bahkan ada yang merasa tenang setelah mendatangi orang yang ngaku pinter (-baca: paranormal), mangkanya ada yang ketipu hingga 21 M, nah itu mang benner-benner orang pinter, bisa kibulin orang yang sok pinter...

lebih parah... ada yang menjawab galaunya dengan bunuh diri... dan betul, setelah nyawanya melayang, galaunya pun otomatis hilang...

Trus... apakah itu semua adalah solusi?

Ada kisah yang menarik tentang galaunya hati...

Suatu hari ada seorang pemuda yang menanggung beban hidup saaangat berat! saking beratnya, dia selalu berjalan dengan kepala tertunduk. Hatinya galau... pikirannya kusut... sukmanya ingin terbang...

Lalu dia mendengar kabar tentang keberadaan seorang tua bijaksana di tengah hutan dekat tempat tinggalnya, mungkin bisa membantu menyelesaikan masalah hidupnya, pikirnya. Maka dengan penuh harapan, sang pemuda memutuskan mengembara ke dalam hutan dan mencari
si tua bijaksana.

Berhari-hari si pemuda berkelana menelusuri hutan lebat... dan akhirnya pada hari ketiga akhirnya dia bertemu dengan si tua bijaksana...

Dari kejauhan si tua bijaksana sudah bisa menebak permasalahan sang pemuda. Dan ketika si pemuda mendekat, si tua bijaksana menyambutnya dengan mengambil segenggam garam dan meminta tamunya utk mengambil segelas air . Ditaburkannya garam itu ke dalam gelas dan diaduknya perlahan

“Coba minum ini …dan katakan bagaimana rasanya…” kata si tua bijaksana

“Pahit, pahit sekali” jawab sang pemuda, sambil meludah ke samping

Si tua bijaksana itu sedikit tersenyum. Ia mengajak tamunya itu berjalan ke tepi telaga di dekat tempat tinggalnya. Kedua orang itu berjalan berdampinga dan akhirnya sampai ke tepi telaga yang tenang

Si tua bijaksana itu kembali menaburkan segenggam garam ke dalam telaga. Dengan sepotong kayu, dibuatnya gelombang mengaduk dan tercipta riak air mengusik ketenangan telag itu.

“Coba ambil air dari telaga ini dan minumlah…”

Saat tamu itu selesai mereguk air itu si tua bijaksana berkata lagi

“Bagaimana rasanya?”

“Segar…” sahut tamunya

“Apakah kamu merasakan garam di dalam air itu?” tanya si tua bijaksana lagi

“Tidak” jawab anak muda itu

Dengan bijak si tua bijaksana menepuk nepuk punggung si anak muda. Ia lalu mengajaknya duduk berhadapan bersimpuh di samping telaga

“Anak muda, dengarlah.
Pahitnya kehidupan adalah layaknya segenggam garam, tak lebih dan tak kurang
Jumlah dan rasa pahit itu adalah sama, dan memang akan sama
Tapi kepahitan yang kita rasakan akan sangat tergantung pada wadah yang kita miliki
Kepahitan itu akan didasarkan dari perasaan tempat kita meletakkan segalanya
Itu semua tergantung pada hati kita
Jadi saat kamu merasakan kepahitan dan kegaalan dalam hidup, hanya ada satu hal yang bisa kamu lakukan
Lapangkan dadamu menerima semuanya...
Luaskan hatimu utk menampung setiap kepahitan...
Hatimu adalah wadah itu...
Perasaanmu adalah tempat itu,
Kalbumu adalah tempat menampung segalahnya
jadi jangan jadikan hatimu seperti gelas,
Buatlah laksana telaga yang mampu meredam setiap kepahitan dan merubahnya jadi kesegaran dan kebahagiaan"

Lalu si anak muda beranjak pulang. Dia telah belajar banyak hal hari itu. Sebuah hal yang besar yang telah meresahkannya selama ini. Dan si tua bijaksana kembali menyimpan segenggam garam utk anak muda lain yang sering datang. dan membawa kegalauan jiwa

Nah, sahabat...
Jadi sumber dari kegalauan hati bukanlah besarnya gelombang persoalan yang datang,
atau dahsyatnya badai ujian yang menerpa hidup kita...
Tapi akar dari kegalauan adalah sebesar apakah wadah QALBU yang kita gunakan untuk menampungnya...
Seluas apakah cakrawala berpikir kita untuk memandangnya...
Jujurlah pada diri kita, bahwa kegalauan yang terus mendera hati...
Dipicu oleh rasa putus asa yang menyempitkan rongga dada...

So, sahabat...
Mari belajar melapangkan qalbu kita, meluaskan cakrawala berpikir kita, dan membesarkan rongga dada kesabaran kita...

1 comments:

Anonymous said...

yupz, i like it..but how to enlarge our heart???

Post a Comment