Friday, November 14, 2008

KETIKA KITA DIPERSIMPANGAN

Sahabat, ada saat dimana kita dihadapkan pada pilihan-pilihan sulit dalam hidup. Pilihan-pilihan yang terkadang menyakitkan dan menuntut pengorbanan. Menjadi begitu rumit, sebab pilihan-pilihan itu membutuhkan keikhlasan yang dalam dan keberanian yang besar. Sebab terkadang pilihan-pilihan itu sangat menentukan keberlanjutan hidup kita. Itulah momentum, saat kita di persimpangan…

Sulit memang, tapi kita harus menentukan pilihan. Bahkan, berdiam diri dan membiarkan segalanya berjalan apa adanya juga adalah sebuah pilihan. Hanya saja, pilihan yang kita ambil dari sebuah kepasrahan atau menyerah, adalah pilihan yang selalu diikuti penyesalan. Penyesalan atas kelemahan jiwa yang telah membiarkan segalanya berlalu tanpa pendirian.


Sahabat, kita memang harus memilih. Meskipun saat pilihan-pilihan itu datang, perang batin berkecamuk di dalam dada. Perang yang melahirkan air mata, juga tangis, dan meledak pada waktu sendiri, dalam sepi, dalam sunyi. Mengalir bersama ratapan khusyuk kepasrahan di hadapan Allah yang kuasa menentukan nasib setiap hamba-Nya. Tak peduli, siapa pun ia…

Sahabat, kita harus mengambil pilihan. Sebab pilihan yang kita ambil itulah yang melahirkan keterhormatan. Keterhormatan diri atas pendirian yang tak goyah oleh beratnya pilihan-pilihan. Apa pun hasilnya kemudian. Entah menyakitkan, atau sesuai harapan, tak perlu kita risaukan. Sebab hasil itu, Allah lah yang memutuskan, kita hanya bisa merencanakan.

Sahabat, saat kita telah di persimpangan, ambillah sebuah pilihan. Seberat apa pun itu. Sesakit apa pun itu. Serumit apa pun itu. Sebab, pilihan kita itulah yang memberikan pelajaran berharga tentang suatu keputusan. Sebab persimpangan itu, mungkin akan hadir kembali di masa yang berbeda, kelak, dalam rentang usia yang tak seberapa.

(Aku tulis untuk saudaraku, sahabatku, teman seperjuanganku di jalan da’wah, yang tengah di persimpangan, untuk memutuskan nasib bahtera rumah tangganya yang sedang goyah. Sebab jarak, tak mengizinkan kita bertukar asa dalam cengkrama seperti biasa. Akhuna fillah fi Papua, uhibbuka fillah, ya akhi! Uhibbuka fillah…)

0 comments:

Post a Comment