Tuesday, June 16, 2009

PARA PEMBERANI

Entah apa yang ada dalam benak pasukan muslimin saat itu, ketika sang Jenderal, Thariq bin Ziyad, memerintahkan mereka untuk membakar seluruh kapal yang membawa 7.000 pasukan muslim menginjakkan kakinya di daratan Eropa, Spanyol. Lalu di atas bukit Gibraltar, sambil menghunus pedang sang Jenderal yang baru berusia 25 tahun itu menjawab kebingungan pasukannya: “Kita datang ke sini bukan untuk kembali. Kita hanya memiliki dua pilihan: menaklukkan negeri ini lalu tinggal di sini atau kita semua binasa! Wahai seluruh pasukan, kalau sudah begini ke mana lagi kalian akan lari? Di belakang kalian ada laut dan di depan kalian ada musuh. Demi Allah swt., satu-satunya milik kalian saat ini hanyalah kejujuran dan kesabaran. Hanya itu yang dapat kalian andalkan!”.


Terjawab sudah! Terjawab sudah keheranan pasukan pemberani itu! Jiwa mereka menyala, sadar bahwa mereka sedang dipimpin oleh seorang anak muda berhati singa. Seperti kata pepatah arab: “Sepasukan domba yang dipimpin oleh seekor singa akan mengalahkan pasukan singa yang dipimpin seekor domba”. Maka tak sedikitpun rasa takut menyentuh jiwa mereka, ketika 7.000 pasukan kecil muslim harus menghadapi 100.000 tentara Raja Roderick yang memerintah Spanyol. Sebuah perbandingan pasukan yang tidak berimbang. Hanya saja, 100.000 tentara Spanyol itu tidak sadar jika pasukan kecil yang mereka hadapi ini adalah para pemberani yang dipimpin oleh seorang lelaki berhati singa. Dan Sungai Barbate pun memerah oleh tumpahan darah Raja Roderick dan sebagian besar pasukannya di tangan para pemberani itu…

Sahabat, sesungguhnya sejarah setiap bangsa dimuka bumi ini senantiasa diukir dengan keringat dan darah para pemberani. Mereka hadir dalam kebangkitannya. Mereka hadir dalam kejayaannya. Dan mereka juga hadir dalam kejatuhan dan keruntuhannya. Tidak penting benar pada masa apa mereka hadir. Bagi mereka, keberanian itu adalah keterhormatan yang ditakdirkan hadir dalam persitiwa-peristiwanya sendiri…

Seperti itulah, bangsa Inggris mengenang Ratu Elizabeth I sebagai seorang pemberani. Usianya yang masih muda (25 tahun) tidak menghalangi keberaniannya melawan sekaligus menghancurkan armada laut terkuat di dunia, The Invincible Armada Imperium Spanyol. Bahkan masa kepemimpinannya dianggap sebagai awal lahirnya Imperium Inggris Raya.

Seperti itu pulalah, bangsa Jepang mengenang Saigo Takamori, The Last Samurai, sebagai seorang ksatria pemberani. Ksatria samurai yang mengakhiri masa kekuasaan para Shogun dan mengawali lahirnya Restorasi Meiji. Sebuah proses reformasi yang membawa Jepang menjadi Negara teknologi terkuat di dunia.

Begitu pun bangsa Amerika mengenang George Washington, bangsa China mengenang Jengis Khan, bangsa India mengenang Gandhi, dan bangsa-bangsa lain mengenang para pemberaninya sendiri-sendiri.

Dan bangsa kita, bangsa yang besar ini, juga diukir oleh darah para pemberani. Bangsa ini bangkit dari kubangan nyawa para pemberani. Bangsa ini tegak dari tetesan keringat dan air mata para pemberani. Keteguhan hati Diponegoro, ketajaman mata Hasanuddin, kebeningan jiwa Cokroaminoto, kecerdasan Soedirman, semangat baja Soekarno, dan jiwa menyala para aktivis mahasiswa. Dan masih terlalu banyak manusia-manusia pemberani yang menghiasi lembar-lembar sejarah bangsa kita. Sebagiannya terekam dalam tinta, tetapi jauh lebih banyak lagi yang kisahnya hilang bersama tiupan angin senja. Seperti dedaunan yang jatuh memberi kesuburan pada tanah, memberi kita hidup, dan kita tak pernah tahu berapa jumlahnya serta dari pohon manakah asal mereka…

Sahabat, keberanian itu adalah energi jiwa. Ia dapat dimiliki oleh siapa saja yang memutuskan untuk memilikinya. Hanya saja, keberanian itu adalah energi jiwa yang tak punya arah. Dia bisa meledak ke arah mana saja ia dikehendaki oleh pemiliknya. Itulah sebabnya, keberanian Adolf Hitler digunakan untuk membantai 30 juta manusia. Keberanian Jengis Khan dipakai untuk mengancurkan peradaban-peradaban lain di seluruh dunia. Namun keberanian itu pulalah yang menggerakkan Nelson Mandela untuk mendapatkan hak-hak azasi bangsa dan rasnya, bahkan lebih dari itu menjadi inspirator perjuangan HAM jutaan ummat manusia…

Sahabat, negeri kita ini sedang rindu pada kehadiran kembali para pemberani di atas tanahnya. Bangsa kita ini sedang mencari-cari para pemberani untuk menuntunnya keluar dari keterpurukan menuju kebangkitan peradaban. Negara yang kita cintai ini sedang menanti sekelompok manusia-maniusia pemberani yang akan membawa bendera merah putih untuk memimpin dunia. Para pemberani itu, mungkin saja adalah kita wahai sahabat-sahabatku. Karena itu, persiapkanlah dirimu…

Read More ..

Saturday, June 13, 2009

BERJIWA BESAR

Lelaki itu terus berlari bersama sahabatnya untuk mengindari lemparan batu dan amuk massa. Meski demikian, tetap saja ada puluhan bahkan mungkin ratusan batu sebesar kepalan tangan menerjang mereka, diiring cacian dan hinaan yang merendahkan. Tubuh mereka terluka. Kaki-kaki mereka penuh darah. Bukan hanya Zaid, sang sahabat yang ingin menangis menyaksikan perlakuan Bani Thaif itu kepada Rasulullah, tetapi juga alam semesta. Begitu memilukannya peristiwa itu, hingga malaikat Jibril As datang menghampiri sang Nabi bersama malaikat penjaga gunung. Ekspresi amarah semesta terwakili oleh ucapan sang malaikat: "Perintahkanlah aku! Seandainya engkau menghendaki kedua bukit ini dihimpitkan kepada mereka, niscaya akan aku lakukan dengan segera!".


Tapi Rasulullah menjawab berbeda. Yah, berbeda dari jawaban yang biasanya diberikan oleh manusia pada umumnya. Rasulullah menjawab seluruh hinaan, perlakuan, dan siksaan Bani Thaif itu dengan do’a: "Allahummahdii qawmii fainnahum laa ya'lamuun" (Ya Allah berilah hidayah kepada kaumku ini, karena mereka masih juga belum faham tentang arti Islam). Bahkan Rasulullah juga mendoakan agar keturunan mereka nanti akan menyembah Allah semata dan tidak mempersekutukanNya dengan apa pun. Dan benarlah, bertahun-tahun setelahnya para prajurit Islam dari Thaif terkenal dengan keberaniannya di medan-medan jihad menegakkan agama Allah…

Sahabat, seandainya kita adalah manusia yang didzalimi itu. Seandainya kita adalah lelaki yang kehormatannya diinjak-injak oleh kaum itu. Lalu tiba-tiba hadir sebuah kekuatan dan kekuasaan besar yang siap untuk menjalankan apa pun perintah kita sebagai balasannya. Maka hukuman apa yang akan kita berikan kepada mereka?

Sahabat, Sang Rasul mulia Muhammad Saw tengah mengajarkan kita tentang sebuah pelajaran: BERJIWA BESAR! Pelajaran yang tak pernah dapat terangkum dalam berlembar-lembar teori, tetapi pelajaran hidup yang selalu hadir bersama manusia-manusia besar dalam sejarah manusia. Ia tidak akan benar-benar dapat dipahami sampai suatu waktu kehidupan menuntun kita untuk mengalami dan mengambil pilihan-pilihan sulit dalam kehadirannya: menjadi manusia biasa atau manusia dengan kebesaran jiwa…

Kebesaran jiwa inilah yang dimiliki oleh pemimpin besar legendaris kaum muslimin, Umar bin Khattab Ra, saat beliau dengan pundaknya memanggul sendiri sekarung beras pada malam hari kepada rakyatnya yang kelaparan. Atau keridhoan beliau ketika di depan publik harus dikritik oleh seorang perempuan dengan kritikan yang memerahkan telinga. Padahal, beliau adalah seorang pemimpin yang ditangannya Islam berubah secara fenomenal, dari agama yang kecil di kota Mekkah menjadi salah satu kekuatan dunia yang akan segera menyaingi Imperium Romawi dan Persia. Pemimpin besar yang jauh lebih brilliant dari pada Julius Caesar, Charlemagne, bahkan Alexander the Great…

Kebesaran jiwa ini pulalah yang dimiliki oleh seorang jenderal perang sekaliber Salahuddin Al-Ayyubi ketika membebaskan Palestina (Jerusalem) tanpa harus membalas perlakuan yang sama pasukan salib saat menaklukkan Palestina. Seluruh kaum muslimin dibantai, rumah-rumah dan masjid dibakar, perempuan diperkosa dan anak-anak dibunuh didepan orang tua mereka. Sang Jenderal memasuki kota suci dengan penuh kerendahan hati. Rumah-rumah ibadah dibiarkan tegak, para pemeluknya dilindungi, dan para knight of templar dipersilahkan memilih untuk tinggal atau pergi meninggalkan kota suci. Atau ketika sang Jenderal mengirimkan seorang dokter untuk menyembuhkan sakit yang diderita oleh musuhnya dalam perang, Raja Richard ‘The Lion Heart’ dari Inggris. Kebesaran jiwa yang menggetarkan kawan mau pun lawan, membuat sang Jenderal menjadi legenda bagi musuh-musuhnya…

Sahabat, kebesaran jiwa itu adalah pilihan. Ketika godaan amarah untuk membalas, menyiksa dan menjadi superior begitu dekat di depan mata, lalu kita lebih memilih untuk memaafkan, bersabar dan berlapang dada atas segalanya. Kebesaran jiwa itu adalah keteduhan saat segalanya menjadi panas amarah. Kebesaran jiwa itu adalah ketenangan saat semuanya menjadi rumit. Kebesaran jiwa itu adalah saat kekuatan menjadi kasih sayang. Kebesaran jiwa itu adalah saat kekerasan menjadi kelembutan. Tetapi kebesaran jiwa itu bukanlah kelemahan, kekalahan apalagi kepengecutan. Kebesaran jiwa itu adalah perpaduan antara keberanian, kekuatan, kasih sayang dan pemaafan…

Sahabat, mungkin suatu saat kita dihadapkan pada situasi yang sama. Kita mampu untuk marah. Kita bisa untuk menhina. Kita sanggup untuk membalas. Atas nama sakit hati yang tak terperih. Atas nama dendam yang teramat dalam. Atas nama amarah yang membara. Maka saat itulah kebesaran jiwa menemukan ujiannya. Hidup adalah pilihan-pilihan, Kawan. Dan manusia-manusia besar dalam sejarah adalah orang-orang yang ketika hidupnya menemukan pilihan yang sama, mereka memilih untuk berbesar jiwa. Mereka berani, mereka punya kekuatan, mereka juga marah, benci dan dendam, tetapi mereka lebih memilih jalan kasih sayang dan memaafkan. Bagaimana dengan kita?

Read More ..

Thursday, June 11, 2009

NALURI PEMBELAJAR

Namanya Ziyadah, putri kecilku. Usianya baru 3 tahun lebih. Usia anak yang bagi kebanyakan orang tua paling merepotkan. Betapa tidak, di usia seperti inilah mulai tumbuh jiwa ekplorasi anak-anak untuk mengetahui segala hal. Di alam pikiran mereka selalu hadir banyak tanda tanya tentang lingkungannya. Begitupun Ziyadah, putriku. Karena hampir setiap akhir pekan aku mengajaknya melakukan perjalanan jauh menemui ibunya yang berjarak 200 km dari kota kami dengan berkendaraan mobil, jiwa observasinya pun tumbuh. Awalnya dia ingin tahu bagaimana rasanya menyetir mobil. Ia mulai rewel dan ngotot untuk memegang setir mobil. Akhirnya di track-track lurus aku memberinya kesempatan memegang kendali setir sambil duduk dipangkuanku. Bukan main senangnya Ziyadah…


Tapi dalam perjalanan-perjalanan selanjutnya Ziyadah mulai mencari hal baru. Kali ini dia ngotot ingin mengendalikan perseneling. Setelah sedikit mengajarinya cara menggerakkan perseneling, akhirnya ia pun bisa. Aku tinggal memberi perintah dan Ziyadah menggerakkan persenelingnya. Alangkah senangnya hati putriku. Selanjutnya dia terus belajar hal baru: aturan lampu wesser, menyalakan lampu malam, hingga membersihkan kaca dari air hujan. Tinggal bagaimana menggunakan gas, rem dan kopling saja yang belum dia pelajari. Itu pun karena kakinya memang belum cukup panjang untuk menggunakannya…

Sahabat, sesungguhnya belajar itu adalah dorongan naluriah manusia. Belajar itu adalah fitrah dasar sejak lahir sampai mati. Dengan belajarlah manusia membangun peradabanya. Dengan belajar pulalah manusia menciptakan sejarahnya. Bahkan, dengan belajarlah manusia mencapai kemuliaannya sebagai human being. Status yang membuat kita berbeda dengan binatang dan mahluk lainnya. Tetapi bagaimana menjelaskan kenyataan bahwa sangat banyak manusia yang malas dan enggan untuk belajar?

Sesungguhnya dorongan belajar manusia lahir dari keingintahuan-keingintahuan yang muncul dalam pikirannya. Semakin besar rasa ingin tahu seseorang maka semakin besar pulalah dorongan belajar dalam dirinya. Itulah sebabnya, di usia-usia belia seperti Ziyadah, anak-anak cenderung sangat eksploratif dan ingin tahu banyak hal. Segala cara dilakukan, mulai dari meraba, menggigit, mengulum, menelan, dan mencoba segala sesuatu yang menarik rasa keingintahuannya. Karena berbagai keingintahuan mereka itulah seringkali anak-anak di cap bandel, nakal, atau hyperaktif oleh orang tuanya. Padahal, mereka sedang melakoni proses sebagai human being, manusia yang mulia…

Banyak manusia yang malas untuk belajar, terutama orang dewasa. Ini seiring dengan semakin berkurangnya rasa keingintahuan orang dewasa terhadap berbagai hal disekitarnya. Kadang mereka tidak benar-benar sudah tahu, tetapi lebih karena hambatan-hambatan psikologis manusia, seperti gengsi, takut, malu atau karena kesombongan. Itulah sebabnya Imam Al-Ghazali mengatakan: barang siapa yang merasa dia sudah tahu, maka dialah orang yang paling tidak tahu. Tetapi barang siapa yang selalu merasa belum cukup tahu, maka mereka itulah orang-orang yang pandai.

Sahabat, Allah telah memberikan kita potensi belajar yang luar biasa. Selain dorongan naluri belajar, Allah juga menciptakan OTAK untuk kita. Benda biologis yang diletakkan pada bagian teratas tubuh dan dilindungi oleh batok kepala yang keras. Riset para ahli menemukan bahwa potensi informasi yang dapat ditampung oleh OTAK kita hampir-hampir tanpa batas. Jika dituliskan dalam angka, maka jumlahnya sebanyak angka 1 standar dan dibelakangnya ditambah deretan angka 0 sepanjang 10,5 km, LUAR BIASA!!! Dari riset para ahli ini pula ditemukan fakta bahwa otak yang jarang dimanfaatkan cenderung mengalami penurunan kemampuan dan daya tangkap.

Nah sahabat, tak ada alasan bagi kita untuk berhenti belajar. Setidaknya ada 3 alasan sederhana mengapa setiap kita harus tetap belajar: Pertama, karena Allah telah memberikan kita potensi belajar (otak) yang luar biasa, sungguh sayang jika kita tidak memanfaatkannya. Padahal boleh jadi kita akan dimintai pertanggungjawaban untuk apa otak itu kita gunakan. Kedua, karena masih terlalu banyak hal yang tidak kita ketahui ketimbang yang sudah kita ketahui. Kecuali jika kita termasuk orang yang sombong, maka wajarlah jika kita merasa telah mengetahui tentang banyak hal. Dan alasan ketiga, karena hanya dengan memiliki kita baru bisa memberi. Hanya dengan ilmulah kita dapat mengajarkan ilmu. Dan salah satu amalan yang tidak putus pahalanya meskipun kita telah mati adalah ilmu bermanfaat yang diajarkan kepada manusia. Cukup dengan alasan ini saja mestinya setiap kita saling berlomba-lomba untuk terus belajar, apalagi jika kita memiliki lebih banyak alasan lagi. Maka kita akan menemukan diri kita menjadi manusia sesungguhnya (human being)…

Read More ..

Wednesday, June 10, 2009

MASA-MASA SULIT

Manusia agung itu berduka. Air matanya menetes. Meski tak ditampakkan kepada orang-orang yang mencintainya. Belum hilang rasanya perih hati beliau kala mendengarkan tangis kelaparan bayi-bayi kaum muslimin akibat embargo Quraisy selama 3 tahun. Belum kering kiranya rasa pahit dedaunan yang beliau harus makan bersama kaum muslimin akibat boikot ekonomi musuh-musuh Allah itu. Tiba-tiba saja Allah memanggil 2 manusia yang sangat dicintainya. Pertama pamannya, Abu Thalib. Lelaki yang sejak kecil memeliharanya, bahkan melindunginya hingga beliau diangkat menjadi Rasul Allah. Lalu tak lama kemudian istrinya, Khadijah binti Khuwailid. Perempuan mulia yang selalu setia mendampinginya dalam menyebarkan Risalah Allah. Sungguh kesedihan yang teramat dalam bagi Sang Nabi. Tahun itu adalah tahun kesedihan (‘amul huzn). Sebuah penggalan masa-masa sulit bagi manusia agung yang kelak melahirkan peradaban baru di muka bumi, Muhammad Saw.


Begitu pula kesedihan yang menimpa seorang patriot Amerika, FD Roosevelt. Di tengah kesibukannya mempersiapkan diri menghadapi pemilihan Presiden Amerika, ujian terberat untuk keputusan-keputusan berat datang menghampirinya. Senator muda itu terserang Polio, penyakit lumpuh yang pada masanya dianggap nista. Telah datang masa-masa sulit untuk pahlawan Amerika itu. Ia harus berkompetisi di atas kursi roda untuk menjadi pemimpin yang akan memenangkan Amerika dalam perang dunia dan menyelamatkan rakyatnya dari depresi ekonomi terbesar dalam sejarah bangsanya.

Untuk sejenak sang senator gundah, putus asa, dan tenggelam dalam lara. Bagaimana mungkin ia mampu memimpin sebuah bangsa yang menganggap hina penderita Polio seperti dirinya? Lalu sang senator membuat keputusan besar dalam hidupnya. Keputusan yang kelak membawa bangsanya memenangkan Perang Dunia dan menyelamatkan rakyat Amerika dari bencana depresi ekonomi untuk selanjutnya menjadi negara adidaya…

Masa-masa sulit itu adalah sebuah siklus kehidupan. Ia senantiasa hadir menyapa orang-orang yang memilki mimpi-mimpi besar. Masa-masa sulit itu hadir bukan untuk menghambat jalan tegaknya sang mimpi, tetapi untuk membentuk jiwa-jiwa obsesif mereka yang mengusung panji-panjinya, menjadi kokoh dan menyala. Memang ada kesedihan di dalamanya. Memang ada duka lara di setiap hadirnya. Tetapi bagi jiwa-jiwa raksasa, kesedihan dan duka lara itu tak sedikitpun mengubah mimpi mereka. Mereka menangis, tapi jiwa mereka selalu optimis. Mereka sedih, dan pada saat yang sama pikiran mereka terus bekerja untuk menyusun kembali bangunan mimpinya tegak dalam kehidupan…

Masa-masa sulit itu tak pernah pasti kapan datangnya. Juga tak pernah bertoleransi untuk berapa lama waktunya. Ia dapat menimpa siapa saja: saya, mereka dan juga anda. Terkadang masa sulit itu terjadi dalam skala yang luas seperti masyarakat atau bangsa kita. Namun ia lebih sering hadir hanya untuk kita dan orang-orang yang kita cintai. Bagi mereka yang jiwanya kerdil, masa-masa sulit itu terasa sangat lama dan menyiksa. Seringkali ia melahirkan kesedihan yang teramat dalam dan berujung pada keputus-asaan. Ia hadir bukan hanya melemahkan, tetapi sekaligus bencana yang menghancurkan. Karena di mata mereka, masa-masa sulit itu adalah hukuman dan ketidak-adilan Tuhan yang telah memporak-porandakan hidup dan mimpi mereka…

Sahabat, mungkin masa-masa sulit itu pernah hinggap dalam hidup kita. Atau mungkin saja saat ini adalah masa-masa sulit itu bagi kita. Masa-masa yang penuh himpitan hidup, atau bahkan potongan waktu yang bertabur peristiwa kehilangan orang-orang yang kita cintai dan harapkan. Ada airmata yang mengalir di setiap fragmenya. Ada perih yang membuncah ketika jiwa terpaksa menjalaninya. Ada sesal yang mendera saat teringat pada berbagai kealfaan di masa-masa sebelumnya. Semua itu hal yang wajar, karena kita memang manusia…

Tapi ketahuilah sahabatku, bahkan Sang Nabi kekasih Allah pun mendapatkan giliran masa-masa sulit itu. Dan beliau telah memberikan keteladanan bagaimana melaluinya. Sudah sunnatullah, bahwa kadar kesulitan yang dihadapi oleh setiap manusia itu berbeda. Kehormatan untuk memikul kesulitan-kesulitan terbesar diberikan Allah kepada para Nabi-Nya. Lalu kepada para ulama dan da’i yang menjadi pewaris para Nabi-Nya. Lalu kepada ummat yang istiqamah memegang Risalah-Nya. Lalu kepada manusia-manusia yang memiliki mimpi-mimpi besar untuk kemaslahatan ummat manusia. Lalu kepada setiap manusia di muka bumi dengan berbagai obsesinya.

Sahabat, masa-masa sulit itu senantiasa hadir pada takaran-takaran kemampuan setiap kita. Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya, itu firman-Nya. Maka tak pernah ada alasan untuk sesorang yang memiliki keimanan dalam hatinya untuk berhenti dan menyerah. Apalagi untuk manusia yang memiliki mimpi dan obsesi-obsesi raksasa, TIDAK! Hingga ia mampu mengukir sejarah. Apalagi untuk kita yang bercita-cita untuk menjadi pewaris Nabi dan menyebarkan Risalahnya atas manusia di muka bumi, hingga Risalah Allah itu tegak di muka bumi…

Read More ..

Sunday, June 07, 2009

JIWA-JIWA OBSESIF

Joan of Arc tak bisa tenang menyakisakan kelemahan rajanya. Charles VII Sang Raja Prancis, lebih memilih bertahan di istana terakhirnya dan menunggu tibanya saat kekalahan di bawah pedang tentara Inggris. Setelah gagal meyakinkan Raja Prancis itu untuk bangkit, akhirnya Joan of Arc lebih memilih mengikuti panggilan jiwanya, jiwa yang obsesif. Bersama sekelompok pasukan kecilnya, Joan menyelesaikan sendiri misinya. Satu demi satu daerah jajahan Inggris dibebaskan. Selanjutnya jiwa obsesif Joan perlahan membangunkan tentara dan rakyat Prancis dari kubangan ketakutannya. Jiwa Joan memanggil mereka: “for those who love me.. follow me!!". Meski mimpinya tak sempat selesai, Joan of Arc telah mengajarkan kepada Raja dan rakyat Prancis bagaimana cara memulainya…


Di masa yang berbeda, Sang manusia agung, Rasulullah Saw memancangkan mimpi bagi kaum muslimin. Suatu ketika Rasulullah bersabda: “Kota Konstantinopel akan jatuh ke tangan Islam. Pemimpin yang menaklukkannya adalah sebaik-baik pemimpin dan pasukan yang berada di bawah komandonya adalah sebaik-baik pasukan.” [H.R. Ahmad bin Hanbal Al-Musnad 4/335]. Sejak itu, mimpi menaklukkan pusat peradaban Romawi Timur, kota Heraklius, dan menjadi sebaik-baik pemimpin dan pasukan telah menggoda pemiliki jiwa-jiwa yang obsesif selama 800 tahun untuk tampil menoreh sejarah. Diawali oleh sahabat yang mulia Abu Ayyub Al-Anshary dan ditutup oleh Muhammad Al-Fatih di usianya yang baru 22 tahun. Di tangan anak muda inilah, Kota Konstantinopel jatuh pada tanggal 29 Mei 1453 M. Sebuah mimpi telah berdiri. Tetapi, jiwa-jiwa obsesif itulah yang membawa panji-panjinya...

Sahabat, seperti itulah cerita kepahlawanan silih berganti dalam lembaran-lembaran sejarah. Setiap halamannya senantiasa diukir oleh pemilik jiwa-jiwa yang obsesif. Mimpi hanyalah titik cahaya yang menjadi arahnya. Sementara jiwa-jiwa obsesif itulah yang menggerakkan dan membawa panji-panjinya. Bagi pemilik jiwa-jiwa obsesif itu, waktu hanyalah putaran masa yang hanya mampu menggerus tubuh mereka, tapi tidak dengan mimpi mereka. Itulah sebabnya, diantara mereka banyak yang sudah lapuk dimakan usia, tetapi jiwanya terus menyala…

Pemilik jiwa-jiwa obsesif itu juga pada umumnya tak manja. Kesedihan, cobaan, tantangan, bahkan fitnah tak pernah melukai jiwa mereka. Bahkan badai ujian yang selalu datang itu semakin menempa tekad mereka menjadi baja. Mereka pun tak suka mengeluh, apalagi mencari-cari alasan. Bagi mereka, hambatan dan tantangan hidup itu adalah anak-anak tangga yang harus ditaklukkan. Sebab untuk sampai kesana, jalan yang ditempuh memang tak slalu mudah…

Sahabat, demikianlah jiwa yang obsesif itu seharusnya menjadi bagian dari mimpi-mimpi kita. Sebab tanpa jiwa obsesif, mimpi kita tak akan pernah meningglkan kepala ini untuk tegak dalam kehidupan. Mimpi-mimpi itu sungguh terlalu tinggi untuk didaki oleh jiwa-jiwa yang biasa. Harapan-harapan itu sungguh terlalu terjal untuk dilalui oleh jiwa-jiwa yang lemah. Padahal kita tahu, dibalik jalan menuju mimpi-mimpi itu telah terbentang kerikil tajam dan medan yang mendaki untuk meraihnya. Dan tantangan pertama dalam mewujudkan semua mimpi kita adalah kebesaran tekad. Nah sahabat,tekad raksasa itu hanyalah milik mereka yang berjiwa obsesif...

Read More ..

Thursday, June 04, 2009

MIMPI INDONESIA

MIMPI, kata yang sederhana, tapi menyimpan gelora raksasa. Ia mengalir lembut dalam pikiran, tapi meledak dan berkecamuk dalam peradaban. Mimpi Rasulullah Saw tentang penaklukan Persia dan Romawi-lah yang membawa Ziyad bin Thariq dan pasukannya menaklukkan spanyol dan sebagian dataran Eropa, jauh setelah Rasulullah tiada. Mimpi Hitler pulalah tentang keagungan bangsa Arya yang melahirkan perang dunia dan membantai 30 juta manusia. Mimpi tentang Negara Israel dan Solomon Temple-lah yang mendorong bangsa Yahudi hingga kini tak pernah berhenti menguasai dan membantai muslim Palestina. Sejarah kita, adalah kisah tentang amuk amarah mimpi-mimpi manusia…


Bangsa kita pernah bangkit, berkali-kali. Tapi kebangkitan yang paling prestisius dalam sejarah adalah kemerdekaan 45. Setelah itu, tak ada lagi kebangkitan mensejarah yang diciptakan oleh bangsa ini. Hanya satu penjelasannya, karena mimpi tentang MERDEKA, adalah satu-satunya mimpi manusia Indonesia kala itu. Energi mimpi tentang MERDEKA telah merasuk ke dalam jiwa rakyat Indonesia. Seperti virus, ia menguasai pikiran, hati, keasadaran, bahkan mimpi-mimpi di dalam tidur setiap orang Indonesia. Pekik merdeka dimana-mana. Mereka tak pernah menghitung berapa nyawa yang harus melayang. Mereka tak pernah pusing berapa deras darah yang harus mengalir. Mimpi tentang merdeka telah menjadi nyanyian sunyi setiap langkah gerak perjuangan mereka…

Dari mimpi itulah kita lahir. Dari kubangan nyawa itulah kita bangkit. Dari tetes-tetes darah itulah kita hidup. Dan setelah itu mimpi-mimpi Indonesia pun berhenti. Setiap kita memiliki potongan-potongan mimpinya sendiri. Kita bertumbuh dalam egoisme dan keserakahan kita masing-masing. Bangsa kita tak pernah lagi mampu menyatukan mimpi-mimpinya. Hanya secuil mahasiswa yang meyatukan potongan kecil puzzle mimpi mereka saat menumbangkan Orde Lama tahun 66 dan Orde Baru tahun 98. Tapi bangsa ini, butuh lebih dari itu. Bangsa ini memerlukan satu mimpi yang sama untuk bangkit kembali dan sejajar dengan bangsa-bangsa lain di dunia. Bahkan lebih dari itu, bangsa ini perlu bermimpi untuk suatu saat memimpin dunia…

Sahabatku, jangan pernah pesimis bahwa bangsa kita terlalu besar untuk memiliki satu mimpi. Bangsa kita sudah pernah melakukannya dan sekarang pun kita mampu melakukannya, bahkan nanti kita tetap mampu melakukannya. Tahun 45, Jepang dan Indonesia sama hancurnya. Perbedaan kita dengan jepang saat itu adalah karena kita baru saja meraih mimpi terbesar kita, MERDEKA. Tapi bangsa Jepang sedang memulai mimpi-mimpi baru mereka. Enampuluh tahun kemudian, antara kita dan Jepang sungguh jauh perbedaannya. Karena mimpi kita berhenti setelah kita merdeka, sedangkan Jepang tak pernah menghentikan mimpinya. Bangsa Jepang membangun satu mimpi yang sama…

Sahabatku, bangsa kita memang sedang sakit. Negeri kita memang sedang terpuruk. Ibu pertiwi memang sedang menangis. Terhadap kehormatan bangsa kita yang diinjak-injak. Terhadap hukum kita yang diperjual belikan. Terhadap rakyat kita yang jadi budak di tanahnya sendiri. Tapi itu bukan alasan untuk kita berhenti. Apalagi hanya untuk menghujat dan mengutuk gelap negeri kita. Sebab ibu pertiwi lebih membutuhkan CINTA dari pada AMARAH. Ibu pertiwi sedang menanti bangkitnya anak-anak negeri ini untuk mulai membangun sebuah mimpi yang sama, lalu bangkit dalam gelora jiwa yang menyala dan membawa Indonesia ke tempat terhormat diantara bangsa-bangsa lain di dunia. Kita hanya perlu berjanji, Sahabatku. Untuk berhenti mengutuk gelap dan menyalakan obor kebangkitan bangsa kita. INDONESIA JAYA!!!

Read More ..

Wednesday, June 03, 2009

BINTANG, SAHABATKU YANG HILANG

Sahabatku, Bintang…

Akhirnya kutemukan jejakmu, meski dalam ruang-ruang yang tak begitu nyata. Setidaknya ku tahu, kau masih ada di sana. Bersama mimpi-mimpimu yang sebagiannya telah utuh, dan sebagian lagi tengah menanti tanganmu untuk meraihnya. Mungkin bagimu banyak yang telah berubah, tapi bagiku kau masih sama: seorang pemimpi yang tak pernah menyerah…

Sahabatku, Bintang…

Rasanya baru kemarin kita bercengkarama di atas lantai tertinggi tempat kuliah kita, sambil menatap lampu-lampu kota yang indah. Saat kau ceritakan padaku tentang sejuta mimpimu, dan aku hanya terdiam seperti anak kecil yang khusyuk mendengarkan dongeng sebelum tidur dari ibunya. Kau ceritakan padaku tentang masa depan dan dunia lain yang seolah telah pernah kau lalui. Begitu nyatanya mimpimu itu kawan, hingga aku seperti tak pernah mampu mengikuti jejakmu. Lalu ku sadari, kau telah menjelma seperti Bintang Kecil di angkasa, selalu dapat kulihat, tapi tak pernah mampu ku raih…


Sahabatku, Bintang…

Satu hal yang ku syukuri dari takdirku telah mengenalmu, karena kau telah mengajarkan padaku tentang kehidupan. Kau telah membuka mataku tentang dunia. Kau telah mendorong pandanganku menembus masa. Kau telah membakar jiwaku untuk bangkit dan berbenah, menyambut esok yang tak pernah sama. Dan ketika kau pergi, kaki-kaki ini telah cukup kokoh untuk mengarungi hidup dengan badainya yang tak pernah mudah.

Sahabatku, Bintang…

Setelah kepergianmu itu, aku mulai berani bermimpi. Mimpi yang menjulang dan ambisius, seperti mimpi-mimpimu, Sobat. Jiwaku begitu obsesif, dan langkah kakiku trengginas menggilas hidup dan gelombang ujiannya. Meski berkali-kali aku jatuh bangun menyusun puing-puingnya, aku tak pernah berhenti bermimpi Sobat, seperti dirimu, hingga kini…

Sahabatku, Bintang…

Tak perlu kau ceritakan padaku kemana kakimu melangkah, sebab ku tahu langkah itu tak pernah lelah. Cukuplah kau kabarkan padaku tentang dunia indah yang telah kau taklukkan, seperti mimpi-mimpimu dulu. Agar kisah itu dapat kuceritakan kembali kepada generasi penerus kita, seperti mereka membaca petualangan para penakluk peradaban dalam sejarah…

Sahabatku, Bintang…

Aku bersyukur telah menemukan cahayamu kembali, meski terlalu jauh ada disana. Jangan pernah bosan menunjukkan padaku arah, agar kaki ini mampu menapak dengan pasti dalam labirin kehidupan yang berliku-liku ini, Sobat.

Sahabatku, Bintang…

Akhirnya, satu pesan terakhirku padamu. Jika esok hari kau berniat mem-film-kan kisahmu (seperti Andrea Hirata), ajak-ajaklah aku sebagai pemainnya. Aku siap mengikuti audisi-audisinya, biar bagaimana pun salah satu mimpiku yang belum terwujud adalah, ingin jadi artis.. (hahhahahhahah)
Semoga arah angin selalu berpihak pada keberuntunganmu, Sobat. Do’aku selalu menyertaimu.

Sahabatmu, Aang the Avatar… gleg... :)

Read More ..

KILL THE PAIN

Aku kurang yakin apakah judul di atas sudah tepat grammar-nya. Yang pasti, melalui tulisan ini aku ingin mencoba memahami apa yang berkecamuk dalam pikiran orang-orang berperilaku tak biasa di sekitar kita. Mengapa seorang ibu tega menyewakan bayinya untuk dipakai mengemis dan meminta-minta? Mengapa seorang Bapak rela melihat anaknya yang masih belia melakukan pekerjaan keras orang-orang dewasa? Mengapa seorang suami sanggup melihat istrinya menjadi kuli? Mengapa seorang gadis muda yang masih memiliki asa masa depan yang panjang mau menjual diri?

Dalam ruang yang berbeda, aku coba menyelami perilaku tak biasa itu dalam milio yang lebih dekat disekitarku. Mengapa sebuah keluarga yang masih sangat baru dapat bertahan dalam jarak-jarak yang memisahakan dengan rentang waktu yang lama. Sang suami di kota A, sang istri di kota B, sang anak belia di kota C, dengan jarak yang begitu jauh. Apakah tidak ada rasa perih yang menyayat-nyayat jiwa mereka? Apakah senyum yang terukir di wajah-wajah polos mereka sungguh adalah senyum yang sebenarnya?


Ternyata tidak!

Hati mereka juga perih. Jiwa mereka juga berontak. Nurani mereka pun teriak. Dan akumulasi perasaan itu terkadang meledak dalam ruang-ruang yang sepi, saat sendiri, mengalir bersama derasnya air mata yang menganak sungai di wajah mereka. Tapi tak ada yang tahu. Dan tak perlu ada yang tahu. Hingga terbersit berjuta-juta sesal dalam jenak-jenak pikirannya yang ambigu. Lalu berandai-andai, tentang esok yang mungkin berbeda dengan hari ini, kemarin dan kemarinnya lagi. Dan kembali menyesali diri atas kelemahannya yang tak pernah mampu merubah keadaan…

Sahabat, ternyata mereka pun sakit. Tapi apa yang membuat mereka itu mampu bertahan dengan rasa sakit yang begitu dalam dengan rentang waktu yang sangat lama? Mereka semua melakukan hal yang sama, Kill The Pain! Ya, mereka telah membunuh rasa sakit itu. Membuat mereka terlihat tegar seperti biasa. Seperti karang yang berdiri kokoh menghadang laju gelombang ujian hidup yang tak ada habisnya. Dan tak pernah ada yang tahu apa yang berecamuk dalam pikirannya. Tak pernah ada yang mengerti suara yang berteriak-teriak dalam jiwanya. Tak ada yang mampu membaca rasa sakit yang tergambar dari sorot matanya. Tak ada yang tahu, dan tak perlu ada yang tahu…

Sahabat, siapa yang tahu jika suatu saat takdir kita akan seperti mereka? Sebab kehidupan adalah kumpulan misteri dan kejutan-kejutan yang tak pernah ada rumusnya. Hari ini hidup kita begitu sempurna, mungkin esok ceritanya akan berbeda. Perpindahan-perpindahan yang telalu mudah bagi Allah untuk mempergilirkannya. Sejarah manusia dan peradabannya telah bercerita tentang itu semua. Dan mereka yang sanggup melaluinya hanyalah orang-orang yang berkarakter dan mampu membunuh rasa sakit pada ruang-ruang tertentu dalam dirinya. Ya, Kill the Pain, adalah salah satu jawabannya…

Read More ..

Tuesday, June 02, 2009

RUANG-RUANG INSPIRASI

Pada awalnya tulisan ini ingin aku gabungkan dengan tulisan sebelumnya, TRANSFORMASI IDE। Tetapi saya kira fokusnya berbeda, meskipun temanya sama: PERADABAN.

Mereka, para Produsen Ide yang telah membangun peradaban manusia ini memiliki satu tradisi yang sama: BERPIKIR MEDALAM (Deep Thinking). Seperti kita tahu, bahwa Newton menemukan teorinya Gravitasinya saat merenung di kebun Apel. Sedangkan Archimedes menemukan idenya saat sedang mandi. Dan masih banyak peristiwa serupa yang menunjukkan betapa IDE dan INSPIRASI itu lahir dari ruang-ruang yang tak seperti bisasnya. Itulah sebabnya postingan ini berjudul, Ruang-ruang Inspirasi.


Jika kita telah memutuskan untuk menjadi Produsen Ide atau Pelaku Sejarah, yang akan berkontribusi (sekecil apa pun) untuk merekayasa peradaban manusia ini, maka kita akan sampai pada pekerjaan yang rumit, mencari INSPIRASI. Rumit, sebab otak kita biasanya bekerja secara produktif untuk melahirkan ide-ide dalam situasi dan kondisi tertentu. Mau bukti? Seberapa sering kita menelorkan ide baru, ide kreatif, bahkan ide gila saat kita dalam keadaan terdesak? Jika besok kita ujian akhir dan belum 1 halaman pun pelajaran itu yang kit abaca, idea pa yang muncul di kepala Anda? Hanya Anda dan Tuhan yang tahu tentu saja. Yang pasti secara sadar atau tidak Anda telah memproduksi sebauh IDE…

Tapi memproduksi ide dalam suasana terdesak bukanlah kabar yang baik. Sebab terlalu banyak resiko gagalnya disbanding sukses. Pilihan-pilihan idenya juga menjadi sangat sedikit. Oleh karena itu kita perlu membangun tradisi Deep Thinking itu dalam diri kita. Setiap hari, bahkan setiap saat mungkin. Maka yang kita butuhkan untuk melahirkan ide-ide itu adalah ruang-ruang inspirasi. Anda boleh setuju atau tidak, tapi faktanya secara tidak sadar kita telah memproduksi banyak ide-ide dalam ruang-ruang yang biasanya sama. Terkadang saat di kantor ide-ide kita kosong, tetapi saat di perpustakaan ide-ide itu mengalir. Tak jarang saat di rumah ide-ide kita hampa, tapi saat di masjid ide-ide cerdas tiba-tiba mengalir deras. Saat bergaul dengan orang tertentu kepala kita mumet dan bolong, tapi saat bertemu dengan orang yang lain lagi ide-ide itu tiba-tiba hadir. Itulah ruang-ruang inspirasi kita…

Sahabat, untuk menjadi seorang produsen ide yang produktif temukanlah ruang-ruang inspirasi Anda. Terkadang ia berupa tempat seperti cafĂ©, perpustakaan, atau masjid, namun tak jarang ia juga berupa waktu tertentu seperti dipagi hari, sore hari, atau menjelang tidur. Terkadang ia juga berupa benda seperti buku, laptop, gambar atau foto, dan sering ia juga berupa orang. Nah, tinggal kita yang harus menemukanya. Sebab dalam ruang-ruang seperti itulah kontribusi kita untuk peradaban manusia akan terus diproduksi, sekecil apa pun bentuknya. Sebab bukanlah besar dan kecilnya KARYA itu yang bernilai, melainkan apa yang telah kita beri untuk manusia dan perdabannya…

Read More ..

TRANSFORMASI IDE

Allah telah memberi kita manusia sebuah instrument hidup yang luar biasa, namanya OTAK. Benda biologis yang terdapat dalam batok kepala kita inilah yang mampu menjelaskan mengapa kita mampu membangun peradaban. Salah satu fungsi dari otak kita adalah untuk menyimpan informasi. Ratusan milyar sel otak aktif yang ada di dalamnya membuat kita mampu menyimpan informasi dalam jumlah “super-banyak”. Sebuah benda yang luar biasa. Untuk memperoleh informasi, OTAK kita dibantu oleh indra yang menjadi jalan masuknya berbagai informasi. Entah melalui mata, telinga, hidung, kulit atau pun lidah. Dan kejadian menyerap informasi itu berlangsung melalu berbagai kegiatan dan aktivitas, baik yang disengaja mau pun tidak disengaja. Seperti membaca, menonton, berdiskusi, menyentuh, observasi, dsb. Pendek kata, benda bilogis bernama OTAK ini sungguh luar biasa…


Akan tetapi masih banyak manusia yang belum memanfaatkan OTAK ini secara optimal, termasuk saya. Riset para ahli otak mengatakan, manusia genius secerdas Albert Einstein saja baru menggunakan 0,001% dari potensi otaknya. Lalu bagaimana dengan kita yang tak secerdas Einstein? Itulah sebabnya para ahli menyebut otak manusia ini dengan “Sleeping Giant” atau Raksasa yang masih tidur. Sehingga mungkin sebagian besar manusia ketika mati masih memiliki bagian OTAk yang tak pernah terpakai.

Sebagian besar manusia yang menyia-nyiakan OTAKnya adalah karena kemalasan. Kemalasan untuk melakukan berbagai kegiatan dan aktivitas yang terencana untuk mengisi setiap bagian-bagian otaknya dengan berbagai informasi. Sebab otak kita tidak akan pernah bisa penuh sampai kita mati. Kita malas membaca. Kita malas observasi. Kita malas mencoba hal-hal baru. Kita nyaman dalam kedamaian ‘comfort-zone’ kita.

Tetapi tahukah kita, bahwa yang membangun peradaban manusia itu bukanlah mereka yang rajin mengisi otaknya dengan informasi-informasi baru. Tetapi mereka yang selangkah lebih maju, yaitu mereka yang menggunakan milyaran informasi yang telah ada dalam otak mereka menjadi sebuah IDE, saya menyebutnya TRANSFORMASI IDE. Dan aktivitasnya bukan lagi menyerap informasi (mis: membaca, diskusi, dsb), tetapi aktivitas yang disebut BERPIKIR.

Dalam dunia cyber seperti saat ini, kita akan menemukan 2 jenis manusia: Tukang Baca dan Produsen Ide. Tukang Baca akan memposting kembali semua informasi-informasi menarik yang telah dibacanya melalui Blog atau Facebook miliknya. Sementara Produsen Ide mengolah seluruh informasi-informasi itu ditampilkan dalam rupa yang berbeda, KARYA. Aktivitas cyber mereka sama, Ngeblog atau FB, tetapi KARYA mereka berbeda.

Nah sahabat, sekali lagi, bahwa yang membangun, merekayasa, dan mengarahkan peradaban manusia itu adalah para Produsen Ide. Sementara Tukang Baca hanya akan terus membaca, mengamati dan mempelajari sejengkal demi sejengkal perdaban yang telah dibangun itu. Itulah sebabnya, sejarah hanya mengenal dua jenis manusia: Ahli Sejarah dan Pelaku Sejarah. Ahli sejarahlah yang menceritakan kepada kita bagiamana peristiwa dan karya itu dibangun. Tetapi Pelaku Sejarahlah yang mendapatkan ganjaran pekerjaan mereka: dikagumi oleh manusia dan dicintai oleh Allah SWT.

So, kitalah yang memilih takdir kita, Sobat...

Read More ..

Monday, June 01, 2009

WELCOME BACK, BANG!

Alhamdulillah, Allah masih memberi kita umur: bagi saya untuk menulis postingan ini, dan bagi Anda untuk membaca postingan ini. Sedih juga rasanya membiarkan blog ini kumuh dan lumutan. Tengok saja shout box-nya yang penuh dengan junk word, link-link sampah yang tak berguna. Bukan karena tak ada waktu untuk mengisinya, tapi memang kejemuan yang sedang menggelayut diseluruh sudut-sudut jiwa. Dan saat ini, aku melawan seluruh suasana beku itu. Dan, aku pun menulis postingan ini…

Sahabat, banyak peristiwa yang ku alami beberapa pekan terakhir dan tak sempat terekam dalam huruf demi huruf yang biasanya aku rangkai dalam tulisan. Sekitar dua pekan yang lalu misalnya, aku menemukan sebuah album foto kumal yang sudah tua di kamar kost Adikku. Di antara tumpukan arsip-arsip Laporan Laboratorium semasa aku dan kakakku masih kuliah dulu. Dan waktu kubuka, semua isinya foto-foto jadul (jaman dulu). Setiap halaman album yang aku buka membawa pikiranku menerawang kemasa lalu di setiap peristiwa yang terekam oleh gambar-gambar itu. Setiap gambar itu begitu berarti, sebab setiap peristiwa yang diwakilinya adalah momen-momen yang menyimpan makna…


Disana ada foto-fotoku sejak SD hingga Mahasiswa. Juga ada foto kedua orang tuaku dan saudara-saudaraku. Paling banyak adalah foto sahabat-sahabatku dari komunitas yang berbeda: teman kost, teman sekolah, aktivis dakwah kampus, teman kuliah, sahabat karib, hingga teman bergaul. Cukup lama aku mamandangi foto Almarhumah Ibuku. Perempuan yang selalu ku kagumi, dan dipanggil oleh Allah dalam usia yang masih terbilang muda, saat haru biru perjuangan mahasiswa menghiasi hari-hariku.

Dan aku sumringah ketika salah satu halaman menampilkan foto telanjang dada-ku bersama sahabat-sahabatku di sebuah pantai indah di daerah Masamba. Hehehe… lucu, karena yang tampak hanya tulang-tulang berserakan (kata khairil anwar), hahhaha… Juga terharu, ketika melihat fotoku bersama ADK seangkatanku. Wajah kami sungguh culun. Tetapi genggaman tangan yang diacungkan dengan teriakan takbir itu bercerita tentang sebuah semangat, cita-cita dan obsesi.

Dan aku termangu, saat mataku tertuju pada foto seorang gadis muda berjilbab putih yang begitu ku kenal. Seseorang yang dulu menggetarkan hatiku saat pertama kali menatapnya. Seseorang yang dulu kepadanya aku selalu bercerita tentang cinta. Seseorang yang dengannya aku pernah berjanji untuk melindunginya selamanya. Sekaligus seseorang yang dengannya kami saling berjanji untuk berpisah, demi jalan kebenaran yang yang telah menerangi hati. Seorang sahabat yang bersamaku membangun keyakinan, bahwa kesucian cinta itu dalam genggaman-Nya, jika Ia menghendaki maka biarlah cinta itu menemukan belahannya, dan jika Ia tidak menghendaki maka biarlah cinta itu menemukan jalan pertaubatannya. Lalu masing-masing menjalani kehidupan yang teduh dalam manisnya iman dan indahnya dakwah. Dan setelah itu, tak pernah lagi ku dengar kisahnya…

Aku juga menemukan sebuah bundel puisi dengan kertas yang sudah rusak oleh rayap. Kumpulan puisi yang aku tulis sejak semester pertama di kampus merah. Ku baca keseluruhan isinya. Dan sekali lagi, dalam setiap bait-bait puisi itu tersimpan ceritra yang begitu banyak. Ada puisi tentang heroisme mahasiswa. Ada puisi tentang nasionalisme Indonesia. Juga ada puisi cengeng tentang cinta dan patah hati. Beberapa puisi tentang seseorang: seorang sahabat, seorang tokoh, dan seorang yang dicintai. Tapi beberapa puisi yang menggetarkan hatiku saat aku baca adalah puisi tentang Tuhan. Alam batinku seperti terbawa dalam nikmatnya suasana iman dikala itu, saat puisi-puisi itu aku gores untuk memuji dan memuja Dzat yang menciptakan kita dan alam semesta…

Sahabat, seperti sebagian besar kita, selalu saja ada kisah yang begitu membekas dalam jiwa. Sebagiannya kisah bahagia, dan sebagian lagi kisah sedih dan menyakitkan. Maka Maha Besar Allah, yang telah memberikan kita nikmat LUPA, sehingga tidak semua persitiwa yang pernah ada itu menggelayuti pikiran kita sampai mati. Seandainya seluruh peristiwa itu hadir segar dalam pikiran kita, betapa resahnya hidup ini. Maka bersyukurlah, Sobat…’

Tetapi tidak semua peristiwa itu harus kita lupakan. Sebagiannya harus menjadi ibrah dan pelajaran untuk menjadi semakin bijaksana. Peristiwa-peristiwa indah dengan kisah-kisah bahagianya yang kita ingat-ingat kembali adalah pemicu produksi hormone endorphin tubuh yang membuat kita bersemangat, ceria, dan bahagia. Sementara peristiwa-peristiwa sedih dengan kisahnya yang menyakitkan adalah pelajaran berharga tentang kerendahan hati, evaluasi diri, kesabaran sekaligus kesyukuran…

Dan ketika sebuah icon (entah foto, puisi, surat, dll) mengingatkan kita kembali penggalan-penggalan kisah itu, maka tak usah malu pada diri sendiri untuk mengakui apa adanya kisah itu. Meski terkadang kisah itu memalukan, menyakitkan, menyedihkan, atau pun menyenangkan. Akuilah apa adanya, meski hanya untuk ditangisi atau ditertawai, dan yang lebih penting untuk menjadi pelajaran berharga dalam kehidupan kita…

Well… Welcome Back, Bang!


Read More ..