Monday, March 10, 2014

SELAMAT JALAN USTADZ MUHAMMAD

Ahad pagi menjelang siang, saya masih sibuk di depan laptop menyelesaikan desain Flyer untuk bahan Direct Selling besok. Lalu ada pesan yang masuk di ponsel. Setengah terkantuk-kantuk karena kurang waktu tidur semalam saya membaca isi pesan dari un-register number. “Innalillahi wa Innailaihi Roji’un!”, saya tersentak kaget. Sebuah informasi duka cita, Ustadz Muhammad Abdullah telah wafat sejam yang lalu. Setengah tak percaya, namun fikiranku telah melayang mengingat sosok sahabat yang sederhana dan bersahaja itu. Bulan lalu saya memang mendengar kabar sakit Beliau dan keluarganya.

Segera saya bergegas menuju rumah duka. Sambil menyetir bayangan Ustadz Muhammad terus melayang dalam fikiranku. Berusaha mengingat penggalan-penggalan memori kebersamaan dengan Beliau . Saya bahkan tidak lagi mengingat kapan terakhir kali bertemu dengannya. Pernah suatu ketika saya I’tikaf Ramadhan dengan Beliau , entah berapa tahun yang lalu. Ia bercerita tentang putrinya yang masih kelas satu SD. Putrinya yang masih sekecil itu menulis surat untuknya, yang isinya menggambbarkan kecintaan kepada Abi dan Umminya, juga cita-citanya, dan keinginannya untuk masuk Surga jika mati kelak. “Subhanallah, anak sekecil itu…”, kata Ustadz Muhammad dengan mata berkaca-kaca waktu itu…

Tidak sadar, air mata telah menganak sungai di wajahku. Mengingat kebersahajaan dan kesederhaan Beliau . Seorang kader senior yang kebersahajaannya tidak luntur oleh perubahan mihwar dakwah. Tiba-tiba terbersit rasa penyesalan dalam hatiku. Penyesalan yang sangat dalam. Sekitar sebulan yang lalu beredar pesan informasi tentang Beliau dan keluarganya yang sedang dirawat di RS. Wahidin. Tak terlalu jauh dari rumah. Tapi saya tak pernah mampir disana menjenguk keluarganya. “Astagfirullah!, Saudara macam apa saya ini???" Saya hanya sempat meminta nomor rekening untuk bisa membantu meringankan beban Beliau , tapi informasi nomor rekening itu tak pernah dikirimkan oleh pemberi informasi duka. Hingga Beliau wafat hari ini, saya tak pernah memberi apa-apa padanya…

Setibanya di rumah duka saya menyeka air mata yang sedari tadi mengalir seperti tak mau berhenti. Hanya mata yang masih terlihat sembab, tapi biarlah, toh namanya sedang berduka. Disana telah berkumpul beberapa ikhwah dan ustdaz senior. Setelah salaman dan bercengkrama sejenak, saya masuk ke ruang tengah tempat jenazah Beliau berada. Di dekat jenazah itu, saya tak kuasa menahan deras air mata yang terus mengalir, seiring mengalirnya do’a-do’a keselamatan dan keindahan tempat kembali untuknya. Hanya air mata, dan unataian do’a…

Lalu saya mendekat ke jenazah, membuka kain penutup jenazah dan melihat wajahnya untuk terakhir kali. Dan ketika kain yang menutupi wajah Beliau tersingkap, tak sadar tangis saya pecah. Badan saya terguncang hebat! “Subhanallah!!!” Beliau nampak tersenyum bahagia, dengan wajah yang putih bersih penuh damai. Beliau tersenyum, ya Allah… Saya tak peduli lagi dengan keheranan kerabat Beliau yang berkumpul mengelilingi jenazah Almarhum. Saya terus menangis. Tangisan luapan kecintaan saya kepada Beliau yang tak pernah ia terima semasa hidup.

“Uhibbuka Fillah, ya Ustadz… Aku mencintaimu karena Allah. Cinta seorang saudara yang lalai memenuhi hak-hak saudaranya. Cinta yang menunggu maafmu, meski ku tahu pintu maafmu selalu terbuka lebar untuk saudaramu ini. Semoga kau temukan apa yang selalu kita semua rindukan, surga! Semoga Allah SWT membalas setiap kebaikan dan amal ibadahmu serta pengorbananmu yang begitu banyak bagi dakwah ini dengan balasan yang berlipat-lipat jumlahnya. Semoga kebaikan-kebaikanmu, dan pahala jariahmu, terus mengalir menyinari kuburan dan melapangkan jalanmu menghadap-Nya… Amin Ya Rabbal Alamiin… Selamat Jalan Ustadz Muhammad… Sahabat yang bersahaja…”
Read More ..

Tuesday, March 04, 2014

TIGA RAHASIA 3

Pemilu tinggal menghitung hari. Makin dekat, perasaan makin bercampur aduk antara cemas, optimis dan pasrah. Bagi caleg seperti saya, hari-hari ini mungkin adalah momentum penuh tekanan. Rasa lelah selama berbulan-bulan bekerja, ditambah tingginya gesekan antar caleg di lapangan dan semakin meinipisnya logistik menciptakan tekanan yang bisa menjatuhkan mental jauh sebelum perang sesungguhnya di hari pemungutan suara tiba. Salah melangkah, bisa-bisa jadi GILA…

Di tengah tekanan seperti ini, salah satu rahasia agar tetap bugar sampai di tujuan adalah FOKUS. Seperti kata Jendral perang Rasulullah, Khalid Bin Walid dalam suatu pertempuran dahsyat yang tidak seimbang, “Daripada sibuk menghitung-hitung jumlah musuh, lebih baik sibuk memenggal leher mereka!”. Sesederhana itu, FOKUS! Daripada sibuk mengkalkulasi kekuatan dan sumberdaya lawan, yang pastinya jauh lebih besar dari sumberdaya kita, lebih baik sibuk men-closing satu demi satu suara pemilih dengan sumberdaya yang ada… Sekali lagi, FOKUS!!!

Selain itu, tidak ada yang lebih indah dari urusan seorang muslim kecuali keimanannya. Seorang muslim yang beriman akan meyakini bahwa kursi-kursi dewan, kursi presiden, dan kursi apa pun yang diinginkan oleh seseorang sesungguhnya telah tertulis namanya di Lauhul Mahfudz. Ini rahasia kedua. Karena itu seorang mukmin berjuang dan berdo’a untuk meraih sesuatu hanyalah sebuah ikhtiar untuk mencocokkan antara yang tertulis di atas dengan kejadian di Bumi. Sehingga apa pun yang terjadi pada akhirnya adalah sebuah takdir yang telah ditetntukan oleh Yang Maha Bijaksana…

Dan terakhir, rahasia ketiga untuk tetap eksist dalam kontestansi Pemilu 2014 ini adalah menghadapinya dengan FUN! Gembira dan bahagia. Tanpa itu, kontestansi ini akan menjadi permainan yang terlalu serius dan melelahkan. Padahal kehidupan ini bukan hanya soal Pemilu, Kursi dan kekuasaan. Kehidupan ini jauh lebih besar dari itu semua. Dan yang paling indah dari kehidupan kita ini adalah interaksi sosial antar manusia tanpa sekat warna bendera, ras dan keyakinan, apalagi hanya karena bendera politik yang berbeda. Terlalu kecil urusan seperti itu untuk merusak kebahagiaan kita dalam menjalani kehidupan ini. Jadi, ikuti saja permainan ini dengan gembira, ceria dan bahagia…
Read More ..