Thursday, May 27, 2010

MOMENTUM LEDAKAN

Melihat judulnya, jangan sampai salah persepsi. Ini bukan tentang ilmu fisika quantum, apalagi tentang bahan peledak. Sebab saya tidak ahli dalam dua bidang tersebut. Tapi tulisan ini tentang motivasi yang lahir dari perenungan-perenungan panjang tentang bagaimana orang-orang hebat dan orang-orang sukses memulai langkah demi langkah kebesaran dan kesuksesannya. Meskipun saya sendiri, bukan orang sukses, apalagi orang hebat… sungguh jauh… jauh… jauh…


Sahabat
,

Bacalah kembali sejarah mereka. Pelajari biografi mereka. Resapi nasehat-nasehat mereka. Maka engkau mungkin akan bersepakat denganku tentang dari mana mereka memulai. Pada awalnya mereka sama dengan kita, orang-orang biasa dengan beragam profesi dan keyakinan. Mereka memiliki kebutuhan hidup yang sama dengan kita. Mereka juga memiliki mimpi yang tak jauh beda dengan kita. Secara umum, dari tampak luar mereka biasa-biasa saja, tak ada yang istimewa…


Hingga suatu ketika, momentum besar itu datang. Mereka harus menghadapi kenyataan hidup yang tak pernah dibanyangkan sebelumnya. Badai kesulitan datang memporak-porandakan kehidupan mereka. Gelombang ujian silih berganti menghantam bangunan mimpi mereka. Kehidupan merenggut semua yang dicintainya, hingga mereka mendapati dirinya telah berada di tepian jurang kehidupan. Saat hidup hanya menyisakan dua pilihan untuknya: to be or not to be!

Seperti itulah mungkin pilihan Soichiro Honda ketika di PHK oleh TOYOTA, atau ketika usahanya bangkrut pada Perang Dunia, atau ketika Gempa menghancurkan pabrik otomotifnya hingga rata dengan tanah. Seperti itulah mungkin tekanan dalam diri FD Roosevelt ketika mendapati dirinya lumpuh menjelang puncak karir politiknya atau ketika mendapati dirinya terpilih sebagai presiden sebuah bangsa yang collapse dan kehilangan harapan. Seperti itu pula mungkin perasaan Antony Robbins ketika harus putus sekolah karena kemiskinan orang tuanya, atau ketika ia memilih menjadi tukang cuci piring di sebuah rumah makan untuk biaya hidupnya. Dan mungkin, seperti itu jugalah suasana hati dan pikiran Tukul Arwana ketika harus berganti profesi rendahan berkali-kali sebelum sampai di puncak karirnya.

Sahabat,

Setelah berbagai kesulitan-kesulitan itulah bermula berbagai kisah kebangkitan mereka. Penderitaan dan rasa sakit telah menempa mereka menjadi manusia tangguh. Hidup telah memaksa mereka untuk memilih, dan mereka itu adalah orang-orang yang memilihi untuk tetap tegak berdiri menantang badai. Mereka, telah membuang jauh-jauh rasa takut yang hadir bersama tekanan-tekanan kehidupan itu dan memilih bersahabat dengan resiko. Mereka menyadari, pilihan mereka tidaklah banyak. Maka, bertarung melalui badai ujian dan meraih kesuksean adalah satu-satunya pilihan terhormat untuk mereka. Dan, mereka berhasil…

Sahabat,

Itulah momentum ledakan. Momentum ketika potensi-potensi luar biasa dalam diri mereka yang selama ini tersembunyi oleh kenyamanan, tiba-tiba meledak dalam satu waktu dan melahirkan kerja-kerja luar biasa yang membuatnya dikenang sebagai orang hebat. Tekanan-tekanan hidup itulah yang membuka tabir potensi mereka, menunjukkan kualitas emas mereka, memaksa mereka melakukan pekerjaan-pekerja extraordinary yang mengundang decak kagum. Tapi dibalik itu semua, jauh di kedalaman lubuk hati mereka, bukan decak kagum itulah yang mereka tunggu. Bukan segudang pujian itulah yang ingin mereka raih, apalagi hanya sekedar numpang buku biografi.

Sesungguhnya, mereka hanya sedang bekerja merealisasikan janji mereka pada diri mereka sendiri, bahwa mereka akan bangkit dari keterpurukan dengan hasil apapun. Bahwa mereka harus keluar dari badai itu dengan kondisi apa pun. Mereka hanya sedang membela air mata mereka agar itu tidak jatuh dengan sia-sia. Mereka hanya sedang mendirikian prasasti kenangan untuk berbagai kehilangan sesuatu yang mereka cintai dengan begitu dalam. Dan bahkan sebagian besarnya tidak menyadari bahwa mereka tengah melakukan pekerjaan-pekerjaan besar yang tidak mampu dilakukan oleh orang lain pada umumnya.

Bahkan dalam skala yang lebih besar, momentum ledakan inilah yang menjadi titik awal kebangkitan bangsa-bangsa terhebat dalam sejarah. Bom Atom yang meluluh lantakkan Hiroshima dan Nagasaki adalah momentum yang membentuk jepang menjadi bangsa Raksasa. Jangan hanya terjebak pada persitiwanya sobat, tapi lihatlah berapa banyak darah dan air mata yang mengalir di dalamnya. Bayangkanlah sakit yang mereka rasakan akibat kehilangan ribuan sanak keluarga dan harta benda. Bayangkanlah penderitaan yang mereka tanggung bertahun-tahun setelah persitiwa itu. Maka engkau akan menemukan kegetiran yang luar biasa sobat. Lihatlah Amerika, bukankah Great Depression telah membuat mereka menjadi adikuasa dunia? Lihatlah China, bukankah kegetiran di masa Mao telah membentuk mereka menjadi raksasa ekonomi dunia. Dan lihatlah sejarah bangsa kita, bukankan pendihnya penderitaan selama 350 tahun mendorong para pendahulu kita untuk bangkit dengan slogan: Merdeka atau Mati!!!

Sahabat,

Oleh karena itu, jangan pernah mengeluh pada kehidupan. Sebab hidup memeliki caranya sendiri untuk memberikan tempat terhormat bagi setiap manusia yang melaluinya. Jangan pernah meratapi kegetiran, sebab disaat-saat seperti itulah kehidupan sedang bekerja untuk membersihkan jiwa kita dari karat-karat yang menghambat kesuksesan. Maka sambutlah setiap tantangan dan ujian itu dengan gelora keberanian, seperti kata Shakespeare dalam Hamlet, To Be or Not To Be!

Read More ..

Wednesday, May 05, 2010

PARADIGMA KEUANGAN

Lelaki muda itu terduduk lama di kursi kerjanya. Sendiri, dalam dingin AC yang menyelimuti ruang kerja pribadinya itu. Kedua tangannya memegangi kepala yang tertunduk denagan jari-jari menjambak rambut, seperti hendak menyingkirkan beban di atas kepala yang begitu berat. Matanya yang sayu menatap kosong ke atas meja kerja yang sedikit berantakan oleh kertas kerja dan beberapa buah buku. Sambil menghela nafas panjang, sesekali ia tampak menggeleng-gelengkan kepala. Sepertinya, sungguh berat permasalahan yang dihadapinya…

Beberapa waktu sebelumnya, ia menerima telepon dari Bapaknya di kampung yang meminta dikirimi sejumlah uang untuk keperluan tertentu, soalnya sang Bapak sedang istirahat dari pekerjaannya sebagai pedagang ikan harian akibat sakit maag akut yang di deritanya sejak beberapa tahun yang lalu. Tak lama berselang adiknya yang masih kuliah juga menelpon minta bantuan sejumlah dana untuk keperluan kuliahnya. Beberapa hari sebelumnya dia juga harus membantu biaya operasi adik sepupunya yang mengalami penggumpalan darah di saluran otak akibat terjatuh dari lantai dua masjid menjelang shalat jum’at. Belum lagi hampir setiap hari istrinya mengingatkan untuk melunasi sejumlah utang pada beberapa sanak keluarga yang dulu pernah memberikan piutang dimasa krisis financial. Apalagi di awal-awal bulan seperti sekarang ini, lembar-lembar tagihan melalui jasa pos hampir setiap hari menyambangi rumahnya. Sungguh, tekanan yang luar biasa….

Pernah suatu waktu, dia berdiskusi dengan rekan kerjanya. Dia mengeluhkan besarnya biaya hidup yang tidak sebanding dengan besarnya penghasilan. Ternyata kondisinya tak jauh berbeda dengan rekan kerjanya itu. Sampai rekannya itu berandai-andai, “bisa tidak ya, kita membeli sesuatu tanpa harus menjual sesuatu juga?”. “Hahahahahah….”, tawa meledak diantara keduanya. Menertawai nasib mereka yang kelihatan lucu. Lucu, sebab penghasilan mereka sesungguhnya tergolong besar jika dibandingkan dengan standar UMR yang ada, tapi juga lucu karena mereka tak pernah surplus dengan penghasilan sebesar itu. Sampai-sampai rekannya itu untuk membeli sebuah laptop harus dibayar dengan menjual motor andalannya. Bahkan, si lelaki muda ini turut berandai-andai, “kapan ya, uang itu tidak jadi masalah dalam kehidupan?”. Sepertinya, disinilah letak masalah lelaki muda ini…

Sahabat,

Cerita ini bukan kisah fiktif karanganku. Cerita ini sungguh nyata kejadiannya. Bahkan kejadian seperti ini banyak terjadi di berbagai tempat. Atau mungkin juga sedang terjadi pada diri kita. Ini adalah permasalahan klasik manusia. Dimana kebutuhan selalu mengalami peningkatan seiring berjalannya waktu, sementara penghasilan cenderung tetap. Guru saya Anis Matta pernah berkata, “bukan kebutuhan hidup kita yang besar, tetapi penghasilan kita yang terlalu kecil”. Betul sekali, sebab kebutuhan hidup setiap orang berbeda-beda, tergantung gaya hidupnya. Itu berarti, orang yang biaya gaya hidupnya lebih besar ketimbang penghasilannya, maka sesungguhnya tetap saja ia dikategorikan berpenghasilan kecil, sebesar apa pun penghasialannya. Begitu pun sebaliknya. Oleh karena itulah Anis Matta juga mengingatkan, “jangan pernah memilih gaya hidup yang lebih besar dari penghasilanmu, sebab gaya hidup itu tak kenal kata turun, sementara penghasilan sangat susah untuk naik”.
Sahabat,

Mungkin karena itulah guru saya itu memberikan nasehat, “jangan sibuk memikirkan besarnya kebutuhan, tapi fokuslah untuk berpikir bagaimana menaikkan besar penghasilan!”, and I think… that’s right bro! Hmm… mirip-mirip pesannya Khalid bin Walid Ra kepada pasukan Islam dalam setiap pertempuran, “janganlah sibuk menghitung-hitung berapa besarnya jumlah musuh, tapi sibuklah menghitung berapa kepala musuh yang telah kau penggal dalam peperangan ini!”. Wah... luar biasa!!!

Maka dari itu sobat, mari membangun paradigma baru ini dalam kehidupan kita. Sebab kebutuhan hidup kita setiap harinya akan terus mengalir dalam daftar panjang yang harus dipenuhi. Sekarang mungkin belum terasa, sebab Anda belum berkeluarga, atau mungkin karena anak-anak masih sedikit dan belum sekolah. Tapi nanti, segalanya pasti berubah. Suatu saat daftar kebutuhan dan keinginan akan mengepung pikiran kita, membuat jiwa kita terkoyak-koyak oleh karena kelemahan dan ketidak mampuan kita untuk memenuhinya. Seperti lelaki muda tadi, yang tertunduk lesu dalam kesendirian yang menyiksanya. Berharap istri dan anaknya senantiasa tersenyum bahagia dalam setiap hari-harinya, ternyata harus menangis sedih atas ketidak mampuan pemimpin rumah tangganya…

Sahabat,

Rezki memang di tangan Allah, tapi ia harus dijemput dengan kerja keras dan do’a. Bahkan makanan yang sudah ada di depan mata pun, masih membutuhkan ikhtiar kita untuk menyuapnya agar masuk ke dalam mulut dan memakannya. Apalagi seuatu yang masih rahasia dan bersembunyi dibalik kemurahan dan kasih sayang Allah. Tentulah membutuhkan ikhtiar dan do’a yang lebih dahsyat lagi untuk meraihnya. Dan sungguh Allah SWT, memberikan harga yang luar biasa bagi mereka yang bermandikan keringat karena bekerja. Dan sungguh Allah SWT, mengabulkan do’a orang-orang yang meminta kepada-Nya setelah bekerja. Maka, bekerja dan berdo’alah sobat….

Read More ..

Tuesday, May 04, 2010

BEKERJA ITU MULIA

Hampir setiap hari aku melihatnya dengan sketsa yang sama. Pulang dari tempat kerjanya pukul sebelas malam, bersama istri, juga putrinya kecilnya yang terkantuk-kantuk kelelahan. Setelah membereskan semua perabot-perabot warung, cuci piring dan menghitung-hitung uang penghasilan hari itu. Dari peluh mereka terlihat betapa lelah raganya. Tetapi dari sorot matanya yang menyala terlihat gambaran jiwa mereka. Penat hari itu, ternyata tak mampu merampas mimpi mereka untuk tetap hidup dan memberi makna kehidupan esok harinya. Dengan cuaca apa pun, menjelang tengah malam setiap hari, kuda besinya dipacu meninggalkan warung kopi tempatnya bekerja menuju istana sederhana yang mereka tinggalkan setiap paginya…

Sahabat,

Menatap sketsa itu dalam rentang waktu yang lama dan berulang-ulang sungguh mengusik pikiranku. Ada yang begitu menakjuban dalam bagian-bagian sketsa itu yang membuaatku iri, yaitu kesungguhan dan tekad. Ya, kesungguhan dan tekad telah mendorong seluruh gerak raga dan pikirannya untuk bekerja keras bermandi peluh setiap hari tanpa harus mengeluh. Dan di penghujung aktivitasnya setiap hari, selalu saja senyum kesyukuran itu yang menghias wajah meraka… ah, betapa indah sketsa ini, di tengah sketsa kehidupan manusia yang begitu ironi…

Sahabat,

Keringat yang keluar dari kerja keras adalah berkah. Baginda Rasul berkata, “tidak ada makanan yang lebih baik bagi seseorang kecuali makanan yang ia peroleh dari uang hasil keringatnya sendiri. Nabi Allah, Daud as. , makan dari hasil kerjanya sendiri”. Subhanallah… pesan baginda Nabi ini adalah tamparan untuk kita yang lebih senang bersantai-santai dan menunggu pemberian orang. Bahkan sebagian orang lebih memilih menjadi pengangguran dari pada bekerja pada pekerjaan yang mem butuhkan kekuatan fisik atau berstatus sosial rendah. Seolah-olah kemuliaan itu diperoleh dari halusnya tangan karena tidak bekerja atau lembutnya kulit karena malas berusaha.

Sahabat,

Baginda Nabi pernah berkata, "Sungguh sekiranya salah seorang di antara kamu sekalian mencari kayu bakar dan dipikulnya ikatan kayu itu, maka yang demikian itu lebih baik baginya daripada ia meminta-minta kepada seseorang, baik orang itu memberi ataupun tidak memberinya."[HR. Bukhari dan Muslim].

Na’udzu billah… Betapa jauhnya kemuliaan bagi para pemalas dan mereka yang meratapi nasib dengan meminta-minta.

Sahabat,

Bekerjalah, meski tangan mu harus berdarah dan kaki mu terluka dan jangan meminta-minta. Inilah kehormatan dan harga diri kita, Sobat. Jangan kau buang waktu mu untuk aktivitas yang tidak produktif dan sia-sia. Pergunakanlah masa mudamu untuk menyusun bangunan ekonomi keluarga, hingga kelak kita bisa hadir di tengah-tengah manusia dengan kepala tegak dan tangan di atas mereka. Sebab Allah mencintai hambanya yang giat bekerja.

Read More ..