Wednesday, June 21, 2017

METRO ISTANBUL

#TurkeyTripSeries

Day 4

Berkat bantuan Ms. Vildan, kami tak perlu berlama-lama di Grand Bazaar. Jika harus mengikuti keinginan dan daya tariknya, kita bisa membakar 1000 Kalori di sini hanya dengan muter-muter sampai puas. Tapi pasar ini terlalu luas untuk ditelusuri seluruh sudut-sudutnya. Waktu terbatas hari ini, dan masih ada beberapa tempat yang perlu kami kunjungi hingga malam hari nanti. Keluar dari Grand Bazaar, kami menggunakan taksi menuju Fatih Caddesi. Salah satu pusat belanja yang lain di Kota Istanbul.

Sepanjang Fatih Caddesi adalah surga belanja bagi muslimah-muslimah dari berbagai negara yang berkunjung ke Istanbul. Di jalan ini paling banyak toko-toko pakaian muslimah, semacam butik di Indonesia, dengan kualitas nomor satu. Dan sebagai konsekuensinya, di butik-butik tersebut harganya sedikit lebih mahal dan "no negotiation for price". Ya, di tempat ini pada umumnya harga-harga pakaian dan aksesoris-aksesorisnya sudah fix price seperti di mall. Tak heran jika di sepanjang jalan Fatih ini paling banyak kita jumpai muslimah-muslimah dari timur tengah, ini bisa dilihat dari pakaian mereka.

Di Fatih Caddesi kami juga tak perlu menyusur seluruh jalan ini. My Boss, sudah punyan langganan di sini. Namanya Mister Mustafa, sama dengan nama tokonya. Di toko ini khusus menjual jilbab turki dari sutra asli berkualitas tinggi. Selembar jilbabnya paling murah 180 TL, atau sekitar Rp. 900 ribu lebih. (Pertama masuk langsung sesak nafas lihat harganya...). Jadi belanja di sini sedikit lebih simple: suka barang, tengok dompet, match! Silahkan dibayar tunai. Anda bisa membayar dengan Turkish Lira, USD atau Euro.

Selain di Toko Mustafa, kami juga sempatkan singgah di beberapa toko pakain muslimah untuk oleh-oleh bagi Ibu Negara di rumah. Kalau ini agenda wajib. Keliru sedikit bisa rusuh negara di tanah air. Apalagi kalau sampai lupa, bencana alam bisa melanda. (Hahahhahahaha....)

Selain toko pakaian, di sepanjang Fatih caddesi juga terdapat banyak restoran dan cafe. Di sini cafe-cafe pada umumnya menyediakan ruang teras bagi pengunjung yang ingin menikmati makanan dan minuman mereka sambil menyaksikan orang-orang yang berlalu lalang di sepanjang fatih caddesi. Sebelum kembali ke hotel, kami sempatkan dulu menikmati kuliner di salah satu cafe yang letaknya tak jauh dari Toko Mustafa. Setelah tuntas, kami pun kembali ke hotel dengan menggunakan Taksi. Bukan untuk istirahat tentu saja, tetapi untuk menyimpan beberapa bungkusan yang tadi sempat nyangkut di Grand Bazaar dan Fatih Caddesi.

Sampai di Point Hotel, Ms. Vildan mohon pamit tak sempat lagi menemani kami untuk agenda selanjutnya. Selain karena sudah hampir sore, agenda kami juga tinggal satu, menuju Mall Kanyon AVM di daerah Levent dengan menggunakan kereta bawah tanah, Metro Istanbul. Mall hanya sekedar destinasi, yang sesungguhnya ingin kami nikmati adalah pengalaman menggunakan moda kereta bawah tanah Metro Istanbul, salah satu moda transportasi yang ada di hampir semua negara-negara Eropa.







Untuk menggunkan Metro kami harus turun ke bawah tanah dengan menggunakan eskalator di stasiun Metro di Taksim. Kami kembali menggunakan Istanbulkart sebagai alat pembayaran masuknya. Sebelum pintu masuk stasiun terdapat beberapa mesin jetonmatik untuk membeli kartu Istanbulkart yang baru atau untuk menambah nilai token (Top up) di dalam kartu tersebut. Stasiun Levent Sebenranya lumayan jauh dari Taksim. Tapi karena kami menggunakan Metro yang cepat dan bebas hambatan, waktu tempuh menuju stasiun Levent tak sampai 30 menit.

Keluar dari stasiun Levent, kami berjalan kaki sekitar 100 meter menuju ke Mall Kanyon AVM. Sebenarnya, dari stasiun tadi kami bisa langsung masuk ke Mall melalui pintu bawah tanahnya, tapi karena salah mengambil arah keluar, jadilah kami harus berjalan kaki beberapa jauh untuk masuk kembali ke Mall. tapi tak apa, sebuah pelajaran. Kesempatan yang lain tidak akan terulang.



Mall Kanyon AVM hanyalah salah satu dari puluhan Mall yang bertebaran di Kota Istanbul. Dan suasananya hampir sama dengan Mal-mal besar di Jakarta. Tak ada yang istimewa. Di sini kami hanya mutar-mutar dan menyempatkan diri belanja souvenir untuk anak-anak di toko buku. Setelah itu kami makan malam di salah satu restoran Jepang yang ada di lantai paling atas mall.




Dan menjelang jam 22.00 waktu Istanbul kami pun bergegas ke stasiun Metro melalui pintu akses langsung mall Kanyon. Kami mengambil rute yang berlawanan dengan kedatangan kami tadi sore. Tak berapa lama menunggu, kereta Metro pun tiba dan membawa kami kembali ke stasiun Taksim. Dari stasiun Metro, kami langsung kembali ke hotel untuk beristirahat dan mempersiapkan agenda kepulangan esok hari.

* to be continued
Read More ..

KERETA MIRING, TRAM DAN GRAND BAZAAR

#TurkeyTripSeries

Day 4

Ini hari terakhir bagi kami menikmati kota Istanbul. Besok sore kami sudah harus terbang meningglakan Turki menuju tanah air tercinta. Makanya waktu 24 jam harus dimanfaatakan dengan baik. Judul untuk hari ini adalah berkeliling Istanbul dengan transportasi publik, sambil 'melihat-lihat barang' di pasar terbesar di Istanbul, Grand Bazaar. Kedengarannya keren. Bagian ini juga penting, terutama bagi Anda yang ingin mengunjungi Istanbul sebagai Backpacker. Transportasi publik akan membuat perjalanan Anda lebih mudah, lancar, murah, dan yang tak kalah penting Anda tidak akan tersesat.

Moda transportasi publik di Istanbul cukup beragam, diantaranya yang paling terkenal adalah Tram dan Metro. Sementara moda yang lain cukup banyak dijumpai di tempat lain termasuk di Indonesia yaitu Busway (metrobus) dan Taksi. Dan hari ini, kami akan ditemani oleh soerang sahabat lama yang juga menemani kami pada kunjungan ke Istanbul beberapa tahun yang lalu, Miss Vildan. Kami bertemu Ms. Vildan di Point Hotel dan memulai penjelajahan hari ini dari stasiun Kereta api miring di kawasan Taksim.

Ini akan menjadi pengalaman yang unik, bisa merasakan naik kereta miring yang sempat tayang di salah satu stasiun TV di Indonesia sekitar sepekan yang lalu sebelum Saya berangkat ke Turki. Sebenarnya jarak tempuh kereta ini tidak panjang. Kurang dari satu kilometer. Makanya waktu tempuhnya pun hanya hitungan menit. Tapi sensasi jalur miringnya di bawah tanah yang membuat kereta ini menjadi target banyak wisatawan di Istanbul. Kereta ini menghubungkan kawasan Taksim yang lebih tinggi dengan kawasan Karakoy di sekitar muara Golden Horn Yang lebih rendah.




Untuk naik kereta api miring, kita harus membeli token sebagai alat pembayaran. Kalau tidak salah per orangnya hanya 4 TL untuk satu rute perjalanan. Tapi biar lebih simpel, Ms. Vildan lebih memilih menggunakan Istanbulkart, seperti e-Toll Card kalau di Jakarta. Kartu ini lebih simple sebab bisa diisi ulang dan dapat digunakan oleh lebih dari satu orang. Dan menariknya, kartu ini dapat digunakan untuk berbagai moda transportasi umum di Istanbul seperti Tram, Metro, Metrobus dan juga Feri. Kami keluar di stasiun Karakoy, dan bergegas menuju stasiun Tram yang jaraknya hanya sekitar 30 meter.




Tak perlu menunggu lama untuk bisa kebagian Tram, sebab jarak antara satu tram dangan tram berikutnya sangat cepat. Dari stasiun Karakoy, kami menuju stasiun Bayazit-Kapalicarsi, stasiun terdekat dengan Grand Bazaar. Jarak antara satu stasiun dengan stasiun lainnya juga tidak terlalu lama, sehingga penumpang yang berdiri pun tidak perlu menunggu lama untuk dapat kursi atau sampai di stasiun tujuan. Tak sampai setengah jam, kami sudah sampai di stasiun Bayazit. Sebelum memasuki Grand Bazaar, kami baru sadar kalau tadi pagi belum sempat sarapan. Panggilan alam hampir sama kerasnya dengan panggilan penjaga toko dan rumah makan yang memanggil-manggil calon pembeli untuk singgah.

Akhirnya kami singgah di salah satu rumah makan kecil sebelum pintu masuk Grand Bazaar. Ms. Vildan sempat tertawa, soalnya waktu makan kami tidak jelas, masuk kategori sarapan pagi atau makan siang. Sebab bagi orang Eropa pada umumnya, menu antara sarapan pagi dan makan siang sangat berbeda. Pelayan rumah makan juga sempat bertanya, mau menu sarapan pagi atau makan siang? Whateverlah! Di Indonesia semua itu tidak penting. Yang penting makan! Hahahaha... Jadilah kami memesan menu makan siang sebelum waktunya.


 Memasuki Grand Bazaar seperti memasuki sebuah labirin belanja. Begitu masuk, kita akan disuguhkan pada lorong-lorong penuh toko yang menyediakan berbagai macam barang menarik. Mulai dari manisan, rempah, handycraft, pakaian, lampu-lampu hias, gelas aneka bentuk, karpet-karpet indah, dan berbagai kerajinan handmade yang selalu menjadi incaran ratusan ribu pengunjung setiap hari. Menurut wikipedia, ini adalah pasar tertutup terbesar dan tertua di dunia, yang meliputi 61 jalan tertutup dan lebih dari 3000 toko, dan dikunjungi oleh 250 ribu hingga 400 ribu pengunjung setiap harinya. WOW!!! Can you imagine it? No! do not imagine it.. Come here soon and feel the experiences...




Di dalam Grand Bazaar, Ms. Vildan mengajak kami ke toko pakaian dan toko handycraft terbaik dengan harga terbaik pula. Tapi, dia tidak akan terlibat dalam tawar menawar harga, begitu etikanya. Pengunjunglah yang harus tawar menawar harga dengan penjualnya. Setelah mengikuti kelok-kelok labirin belanja ini, sampailah kami di sebuah toko pakaian yang menurut Ms. Vildan kualitasnya bagus, dan jika beruntung kami bisa mendapatkan penawaran harga yang menarik. Kami pun mulai 'melihat-lihat barang' sebagaiman yang saya selalu sampaikan sebelumnya. (Hehehe...)

Dan, mulailah negosiasi harga. Jika Anda biasa belanja di Tanah Abang, anda akan cukup berpengalaman di sini. Mulailah penawaran dengan sepertiga harga. Pada awalnya Anda akan ditertawai, tapi lihatlah 'keajaiban' selanjutnya. Tak ada bedanya dengan menawar di pasar Tanah Abang. Jika beruntung, seperti kata Ms. Vildan, Anda benar-benar akan mendapatkan harga terbaik. Di tengah negosiasi, tiba-tiba melintas seorang pemuda Turki, juga seorang penjual di Grand Bazaar, yang bisa berbahasa Indonesia dengan baik. Tawar-menawar pun makin seru dengan bantuannya.



Dan akhirnya, jadilah kami membeli beberapa barang di Grand Bazaar. Untuk mengkonfirmasi apakah kami termasuk golongan yang beruntung atau merugi dalam negosiasi ini, kami menoleh ke Ms. Vildan demi mendapatkan respon. Dan sepertinya, respon Ms. Vildan menunjukkan kalau kami termasuk Golongan yang beruntung. (Hahahaha... ). Selanjutnya kami menelusuri kembali lorong-lorong Grand Bazaar untuk melihat-lihat barang menarik. Siapa tahu ada barang menarik yang cocok di hati dan pas dikantong untuk bisa dibawa pulang ke Indonesia.
Read More ..

MENTARI TERBENAM DI EROPA

#TurkeyTripSeries

Day 3

Butuh waktu kurang lebih satu jam untuk kapal wisata memutari selat Bosphorus. Ini untuk tour dengan rute singkat. Ada pilihan tour dengan rute yang lebih panjang dan memakan waktu hingga dua jam. Tergantung pilihan pengunjung. Di atas kapal juga tersedia banyak pilihan makanan dan minuman untuk penumpang sebagai teman kala menikmati pemandangan selat Bosphorus. Kapal yang kami tumpangi kembali bersandar ke dermaga Ortakoy yang tak pernah sepi. Sudah hampir sore, waktunya menuntaskan rencana perjalanan hari ini.

Seperti kemarin, hari ini pun kami berencana untuk menikmati senja di suatu tempat yang istimewa. Tempat yang kira-kira punya cerita, dan juga indah. Tempat yang seandainya ada dalam film India, tokoh utamanya akan segera mencari pohon untuk bernyanyi dan berjoget. (Hahahahhaa... Maklum Bollywood fans....) Dan pilihan kami jatuh ke pantai Uskudar, tepi Bosphorus di daratan Asia. Dari sini kita dapat melihat menara kecil di tengah selat yang bernama Kiz Kulesi atau The Maiden Tower. Menara ini juga menjadi salah satu bangunan ikonik Kota Istanbul. Kiz Kulesi termasuk bangunan kuno yang konon sudah ada sejak masa keemasan Bizantium. Dan banyak cerita-cerita klasik yang berkembang tentang latar belakang menara ini.




Sebelum meninggalkan Eropa menuju Asia, kami menyempatkan diri singgah di salah satu agen perjalanan di kompleks kota tua untuk mengatur agenda wisata balon udara di Cappadocia. Kami butuh travel agen untuk mengatur perjalanan ini sebab Cappadocia berada jauh di luar Istanbul masuk ke kawasan Asia. Perlu waktu sepuluh jam perjalanan dengan menggunkan bus atau 45 menit dengan menggunakan pesawat terbang. Setelah petugas travel agen menghitung-hitung perkiraan biaya, keluarlah angka 350 euro per orang. Wow, very expensive realy! Kira-kira sekitar 5 juta-an per orang. Karena penasaran dengan pengalaman balon udara ini, akhirnya kami oke dengan biayanya. (Tidak khawatir, soalnya ada boss... Hihihihi...)

Selanjutnya petugas travel yang kebetulan beristrikan orang Palembang dan cukup baik dalam berbahasa Indonesia menunjukkan kepada kami itinerary ke Cappadocia. And the problem is coming! Ternyata untuk menikmati balon terbang kami harus menginap semalam di Cappadocia sebab pengunjung hanya bisa menikmati balon terbang pada subuh hari menjelang matahari terbit. It's okay! Kalau perhitungan waktu kami, jika berangkat malam ini via pesawat berarti besok sore sudah bisa kembali ke Istanbul untuk menyelesaikan agenda terakhir, "melihat-lihat barang" di Grand Bazaar.

Tapi ada penjelasan selanjutnya, dan belum tentu besok subuh bisa benar-benar terbang dengan balon, sebab kadang-kadang cuaca kurang mendukung sehingga pada umumnya wisatawan yang ke Cappadocia menyiapkan waktu hingga dua malam. This is the real problem! Kami tak punya waktu selama itu. Lusa kami sudah harus kembali ke Indonesia. Setelah berdiskusi, dengan berat hati, kepala tertunduk, badan lemas, hati galau, kami putuskan agenda Cappadocia batal. Tragis memaN... (Air mata menganak sungai dengan musik hymne sebagai latar belakang...)


Matahari semakin rendah. Tak ada waktu menangisi kegagalan ke Cappadocia. Perjalanan ke Uskudar di daratan Asia cukup jauh dan sering macet. Kami pun segera meninggalkan kota tua menuju pantai Uskudar. Sempat merasakan kepadatan sebelum memasuki Jembatan Bosphorus (Bogazici Koprusu), akhirnya kami tiba di kawasan pantai Uskudar setelah menempuh perjalanan sekitar satu jam. WOW... Tempat ini luar biasa. Kita bisa melihat Kiz Kulesi lebih dekat. Saat ini menara itu telah dialihfungsikan menjadi cafe. Untuk ke sana tersedia perahu khusus sebagai satu-satunya transportasi untuk mengangkut pengunjung menikmati bersantai di tengah selat Bosphorus. Tapi kami tak berencana menuju ke sana.

Justru suasana yang lebih menarik adalah cafe terpanjang bertingkat tiga di sepanjang pantai selat Bosphorus. Saat kami tiba, cafe ini telah penuh. Maklum, sebentar lagi matahari akan terbenam di tanah Eropa. Pramusaji kafe tampak sibuk hilir mudik melayani pesanan para pengunjung. Susananya mengingatkan aku pada kesibukan pelayan rumah makan di Indonesia menjelang buka puasa di bulan Ramadhan.





Meskipun kursi-kursi telah penuh, pengunjung tetap berdatangan untuk menikmati senja walau hanya dengan duduk-duduk di kursi-kursi yang tersedia di pinggir jalan, seperti kami. Pengunjung yang tak kebagian kursi tetap saja dapat menikmati berbagai ragam makanan dan minuman yang juga dijajakan oleh asongan dan kaki lima. Dan ketika matahari terbenam, puncak keindahan dan kekaguman bersatu dalam rasa takjub pada keagungan Sang Pencipta. Di sini, beberapa bait puisi telah terangkai dalam hati. Istanbul yang indah, sungguh tempat yang terberkati...



Setelah matahari benar-benar telah tenggelam, kami pun meninggalkan tempat ini. Kami kembali ke Taksim Square untuk menikmati makan malam dan bergabung dengan rakyat Turki merayakan kemenangan demokrasi. Kami menelusuri Istiklal Caddesi yang begitu padat dan ramai malam ini. Akhirnya kami memilih salah satu rumah makan yang ada di Istiklal Caddesi. Tuntas dengan urusan makan, kami lalu bergabung dengan ribuan rakyat Turki yang memadati alun-alun Taksim sambil melambaikan bendera dan menynyikan lagu-lagu perjuangan bangsa Turki. Tak sampai satu jam, kami pun meninggalkan Taksim Square dan kembali ke hotel. Mempersiapkan diri untuk besok yang akan jadi hari terakhir kami di Istanbul.


* to be continued
Read More ..

MENYUSURI SELAT BOSPHORUS

#TurkeyTripSeries

Day 3

Gara-gara mendaki gunung turuni lembah kawasan Taksim seperti Ninja Hattori tadi pagi, ternyata butuh waktu lebih lama untuk recovery energinya. Tapi itu pengalaman yang luar biasa. Setidaknya bisa aku anggap sebagai napak tilas sejarah bagaimana heroiknya pasukan Muhammad Al-Fatih memindahkan kapal-kapal perangnya dari Selat Bosphorus ke Golden Horn melalui jalur darat. Rute yang kami lewati sedikit bersinggungan dengan rute yang dilalui oleh pasukan Sultan Al-Fatih menarik kapal-kapal perangnya dan menjadi fajar kemenangan pembebasan Konstantinopel tahun 1453.

Akhirnya kami baru fresh dan siap jalan setelah waktu dzuhur. Tapi tak apa, hari ini juga sudah tidak terlalu banyak rencana. Selain agenda tour selat Bosphorus serta mencoba pengalaman melayang menggunakan Teleferik, palingan mencari kantor travel yang bisa membantu kami menikmati pengalaman terbang dengan balon udara di Cappadocia besok. Well, setelah semua persiapan oke, Mister Abdullah yang sedari tadi menunggu kami di loby hotel pun siap menjalankan tugas.


First destination is, makan siang! Offcourse.. Dari tadi panggilan alam sudah sayup-sayup terdengar. Atas saran seorang kawan dari Rusia, kami ditunjukkan sebuah restoran Malaysia di daerah Fatih Caddesi. Restoran Nur Muhammad namanya. Kebetulan sekali, sudah dua hari perut kami yang asli buatan indonesia ini dipaksa mengolah makanan Eropa dan Timur Tengah. Sekarang waktunya BALAS DENDAM!!! Tak terlalu susah bagi mister Abdullah untuk menemukannya. Dan rasanya, seperti ada di rumah. Pegawai restoran ini juga budak Malaysie semuee. Jadi tak payah untuk bise bercerite. Macam keluarge jee. (Untung sering nonton Upin-Ipin, jadi pandailah bahasa Malaysie sikit-sikit).

Lepas tuh.. Eh, maaf... Habis makan siang, kami menuju wahana kereta gantung Teleferi di daerah Eyup. Daerah Eyup ini juga termasuk kawasan ramai pengunjung. Saya sendiri baru pertama kali menginjakkan kaki di sini. Di halaman Masjid Eyup Sultan Cami terdapat alun-alun dan juga panggung pesta rakyat seperti di Taksim Square. Juga ada pasar handycraft yang tidak terlalu panjang. Tapi kami masih harus berjalan kaki menuju stasiun Teleferik yang letaknya di atas ketinggian. Tanpa susah payah, akhirnya kami tiba di stasiun Teleferik. Tapi sayang, di stasiun ini para pengunjung telah antri mengular panjangnya bukan kepalang. Menjalar-jalar selalu kian kemari. Umpan yang lezat itu yang di cari. Inilah kami yang terbelakang.

Keputusannya, kita capcus. Balik arah menuju dermaga kapal wisata untuk tour selat Bosphorus di kawasan Ortakoy. Ortakoy ini adalah salah satu kawasan kuliner terkenal di Istanbul. Letaknya di tepi selat Bosphorus bagian Eropa dan berada di bawah jembatan Bosphorus (Bogazici Koprusu) yang menghubungkan daratan Asia dan Eropa Kota Istanbul. Tempatnya tidak terlalu luas, tapi selalu padat pengunjung. Di sini juga sekaligus menjadi dermaga kapal wisata untuk tour selat Bosphorus. Setelah menunggu sekitar 20 menit, akhirnya kapal wisata siap diberangkatkan meskipun penumpangnya tidak penuh-penuh amat. Dulu waktu datang ke sini pertama kali sebenarnya aku sudah mengikuti tour Selat Bosphorus ini. Tapi tetap saja, selalu ada yang baru dan menarik untuk dinikmati.





Dalam tour selat Bosphorus, kita bisa menyaksikan langsung berbagai bangunan bersejaran nan indah di kedua sisi selat, baik yang di daratan Eropa maupun yang berada di daratan Asia. Beberapa objek menarik yang wajib untuk diabadikan dari pemandangan selat Bosphorus seperti Masjid Ortakoy Cami; Istana Domabahce; Kompleks Kota Tua, terutama Topkapi Sarayi yang paling dekat dengan sisi selat; Kiz Kulesi (Maiden Tower), yaitu istana kecil di tengah selat; Galatasaray Adasi, restoran terapung dengan fasilitas lengkap termasuk kolam renang; Sepasang benteng pengintai yang masih kokoh, Anadolu Hisari di sisi Asia dan Rumeli Hisari di sisi Eropa; dan Kompleks perumahan mewah dengan latar belakang kontur pegunungan Istanbul yang menawan. Tak cukup untuk dituliskan berbagai keindahan di selat Bosphorus. Dan yang pasti, tiupan angin sejuk nan lembut serta permainan akrobat burung-burung camar mengikuti kapal menjadi pengalaman yang tak mungkin terlupakan.












* to be continued
Read More ..

LEBIH DEKAT

#TurkeyTripSeries

Day 3

Di hari ketiga, kami prepare lebih awal. Pagi ini kami ingin lebih dekat dengan berjalan kaki menelusuri kawasan Taksim Meydani serta Istiklal Caddesi dan sekitarnya. Hanya di pagi hari sajalah kawasan ini bisa sepi. Jadi kami akan lebih bebas menyusuri setiap lorong-lorongnya. Saat akan keluar hotel, ternyata Istanbul sedang disiram hujan rintik-rintik. Bagiku, itu suasana yang indah. Sebab hujan selalu menghadirkan rasa rindu pada semua yang dicintai. Hujan selalu hadir membawa ingatan masa lalu yang pantas untuk dikenang. Untungnya, hujan rintik-rintik ini tak berlangsung lama. Tapi lumayan cukup untuk membasahi jalan-jalan istanbul yang kering.

Kami menjadikan tugu Ataturk di tengah-tengah Taksim Meydani sebagai titik start jalan kaki. Taksim Square masih sepi, begitu pula jalan-jalan di sekitarnya. Hanya para pemiliki toko dan kedai-kedai teh yang terlihat mempersiapkan dagangan mereka pagi ini. Juga petugas kebersihan yang tampak serius bekerja mendandani wajah istanbul sebelum penghuninya memulai aktivitas mereka. Dan yang tak mau kalah, ratusan burung merpati yang bersiap menjemput rezki mereka dari turis-turis yang senang saat mereka berkumpul dan memberinya makanan.



Pertama kami menelusuri Istiklal Caddesi. Jalan menurun yang cukup panjang ini merupakan favorit banyak turis untuk berbelanja dan bertemu dengan orang-orang dari berbagai bangsa. Di samping kiri kanannya berjejer tokok-toko, kantor, kedai, restoran, bank, butik, money changer dan semua yang dibutuhkan oleh pengunjung tersedia di sini. Di tengahnya terdapat jalur trem klasik yang rutenya hanya di sekitar Istiklal Caddesi dan Taksim Square. Trem ini cukup membantu bagi pengunjung yang tidak mampu berjalan kaki menurun dan mendaki mengikuti kontur tanah Istanbul.




Sampai di ujung jalan Istiklal Caddesi, kami menyusuri lorong-lorong Taksim yang lain. Jalan-jalannya sangat sempit, makanya semua jalan hanya bisa satu jalur untuk semua kendaraan. Kontur jalan juga terkadang sangat curam. Pengguna jalan termasuk pejalan kaki harus ekstra hati-hati, dan ekstra keluarkan energi untuk mendaki. Salah satu bangunan bersejarah kami tuju selanjutnya adalah Galata Tower. Bagunan ini sangat mencolok saat dilihat dari kawasan Kota Tua, terutama dari kawasan Grand Bazaar. Sebab menara ini berada di puncak tertinggi perbukitan Galata yang terletak pada pertemuan Selat Bosphorus dan Golden Horn. Setelah foto-foto, perjalanan dilanjutkan menyusuri pinggiran selat Bosphorus, kemudian mendaki jalan curam menuju Taksim meydani.

Perjalanan yang cukup melelahkan pagi ini. Tapi endingnya menyenangkan. Ditutup dengan breakfast di sebuah kedai teh terkenal di Taksim Square, Hafidz Mustafa. Menyeruput teh Turki di teras luar kedai sambil menyaksikan warga Istanbul yang berlalu lalang menuju tempat kerjanya. Kata kawanku, kita seperti duduk di samping catwalk peragaan busana melihat yang lalu lalang tampil cantik dan menawan. Kalau macam nih, bisa tak balik kita ke tanah air, Bro... (Hahahahhaha... Just kidding..) Hampir semua kedai teh di sekitar Taksim Square ini telah ramai. Berbeda dengan susana satu jam sebelumnya. Mungkin memang sudah budaya warga Turki yang lebih senang memulai pagi dengan minum-minum teh dan kopi di teras-teras kedai dan toko. Pemandangan seperti ini hampir selalu bisa ditemukan di setiap sudut kota Istanbul.




Setelah menyelesaikan tegukan terakhir teh Turki, kami pun bergegas kembali ke hotel untuk istirahat sebelum memulai agenda selanjutnya. Dan hari ini kami berencana menuntaskan niat yang tertunda kemarin, tour selat Bosphorus. Kali ini harus dipersiapkan dengan lebih matang waktunya. Tapi sebelumnya, kami akan mencoba salah satu wahana lain yang tak kalah seru, kereta gantung Teleferi yang melintasi sedikit bagian kota Istanbul. Lumayan untuk dapat gambar sebagian kota Istanbul dari ketinggian. Dan judul istirahat sejenak pun ternyata berakhir dengan mata terpejam, pikiran masuk ke alam bawah sadar, atau disebut juga, TIDUR...

 * to be continued
Read More ..

SENJA DI TEPI BOSPHORUS

#TurkeyTripSeries

Day 2

Menyusuri lorong-lorong sejarah di Kota Tua Istanbul memang tak bisa singkat. Hari ini kami hampir menghabiskan seluruh waktu siang di kompleks tersebut. Puas? Tentu saja sangat puas. Meskipun, selalu banyak alasan untuk merindukan tempat ini kembali. Matahari perlahan tapi pasti semakin rendah. Sebentar lagi senja. Aku melirik jam, sudah lewat jam enam sore. Eits, jangan tertipu dengan jam. Berbeda dengan waktu Indonesia, saat ini di Istanbul matahari tenggelam menjelang pukul 21.00 waktu setempat. Jadi, masih ada waktu bagi kami untuk memutuskan dimana harus menikmati senja di Istanbul. Ada beberapa pilihan menarik. Diantaranya menelusuri selat Bosphorus menggunakan kapal wisata, atau menikmati senja sambil minum teh atau kopi di tepi selat Bosphorus. Akhirnya kami memutuskan menelusuri selat Bosphorus dengan kapal wisata.

Mobil yang kami sewa segera melaju ke dermaga tempat perahu-perahu wisata bersandar di sekitar kawasan Grand Bazaar. Begitu tiba, langsung disambut oleh para calo seperti calo-calo penumpang di terminal angkutan di Indonesia. Setelah negosiasi harga kami pun menuju kapal yang bersandar di dermaga. Melihat kapalnya masih kosong, kawanku keberatan dan mempertanyakan waktu kebrangkatan. Ternyata kami masih harus menunggu paling cepat setengah jam, dan rute yang ditempuh membutuhkan waktu hingga dua jam.

Setelah berdiskusi sebentar, kami memutuskan tour selat Bosphorus sore ini batal. Soalnya salah satu daya tarik tour selat Bosphorus ini adalah kesempatan untuk mengabadikan pemandangan Istanbul beserta bangunan-bangunan bersejarahnya yang tidak bisa didapatkan melalui jalur darat. Jika kami tetap paksakan, mungkin aku tak bisa mendapatkan kualitas gambar terbaik akibat ekspos cahaya yang kurang. Yah, namanya juga photografer amatir, masih sangat tergantung pada suplai cahaya di objek pemotretan. (Cie.. Cie.. Cie.. Gaya!)

Akhirnya kami lanjutkan ke Plan B. (Halah... Dari tadi juga gak pake plan-plann segala... Hahahahhaa....) Mister Abdullah, driver asli Turki yang menemani kami hari ini segera banting stir menuju kawasan Besiktas, ke istana Dolmabahce. Istana Dolmabahce saat ini telah menjadi museum, dan kadang-kadang difungsikan sebagai wisma negara Turki yang digunakan oleh Presiden ketika berkunjung ke Istanbul. Dulu istana Dolmabahce ini sempat menjadi pusat administrasi pemerintahan setelah barakhirnya era kesultanan dinasti utsmaniyah. Letaknya yang strategis tepat di tepi selat Bosphorus dan bentuk bangunan yang megah menjadikannya tampak menarik bagi siapa pun yang ingin menikmati keindahan selat Bosphorus. Di samping kiri istana, berada di dalam kompleks masjid Dolmabahce Cami, terdapat sebuah cafe yang menyuguhkan pemandangan yang sama dengan view penghuni istana sambil menikmati segelas teh turki atau double capuccino.



Di sinilah kami menikmati senja hari ini. Senja di tepi Bosphorus. Saat cahaya matahari perlahan menghilang, keindahan Istanbul bagian Asia di malam hari pun mulai terlihat. Ketika lampu-lampu mulai dinyalakan dan memantulakan cahanya terangnya di atas air selat Bosphorus. Semilir angin sejuk bertiup menerpa wajah para pengunjung yang sebagian besarnya muda mudi di sini. Mereka larut dalam percakapan yang seru sambil seskali terdengar gelak tawa di antara mereka. Asap rokok megepul bebas dan segera menghilang terseret angin dari arah Marmara. Kami sangat beruntung, masih bisa menemukan kursi kosong di sini. Jumlah kursi yang memang terbatas tidak sebanding dengan jumlah pengunjung yang ingin menikmati semilir angin selat Bosphorus di malam hari. Apalagi di depan tempat ini berdiri megah stadion sepak bola salah satu klub raksasa Turki, Besiktas.



Saat malam makin larut, kami pun beranjak meninggalkan Dolmabahce. Apalagi panggilan alam sudah mulai terasa, dinner time! Kami memilih untuk menikmati makan malam di daerah Taksim Square saja, biar lebih dekat dengan hotel. Mister Abdullah menerobos jalan-jalan padat Istanbul yang tak pernah tidur menuju Taksim. Di tengah jalan, kami memutuskan balik ke Point Hotel lebih dulu untuk shalat dan meluruskan badan sejenak. Badan kami rasanya mau remuk, kelelahan. Sampai di hotel, kami segera shalat, setelah itu meluruskan badan.



Dan akhirnya, kelelahan mengalahkan rasa lapar. Kami tepar tanpa daya. Aku tertidur sampai pagi. Sementara kawanku masih sempat mengganjal perutnya dengan indomie gelas produk indofood yang dia beli malam sebelumnya di toko klontong sekitar hotel. Sungguh, cita rasa indonesia tak pernah hilang dimana pun kita berada. Percayalah, indomie selalu ada dimana-mana. Hehehehee...

 *to be continued
Read More ..

JEJAK AL-FATIH (part 2)

#TurkeyTripSeries

Day 2

Setelah puas mengitari istana Topkapi Sarayi, tujuan selanjutnya adalah bangunan tua paling terkenal di Istanbul sekaligus salah satu icon historis Kota Istanbul, Aya Sophia. Bangunan megah berasitektur klasik ini pada awalnya adalah sebuah gereja di era kekaisaran constantine, Konstantinopel. Setelah Konstantinopel dibebaskan oleh Sultan Muhammad Al-Fatih tahun 1453, bangunan indah ini pun diubah fungsinya oleh Sultan Muhammad menjadi Masjid, bersamaan dengan penggantian nama Konstantinopel menjadi Istanbul. Namun belakangan, setelah era dinasti Utsmaniyah runtuh, Aya Sophia diubah fungsinya menjadi museum, hingga hari ini.

Letak Aya Sophia tak begitu jauh dari istana Topkapi Sarayi. Kita hanya perlu berjalan kaki sekitar seratus meter ke arah berlawan dengan pintu gerbang istana Topkapi. Karena merupakan icon Istanbul dan memiliki sejarah panjang sejak era keemasan bangsa Romawi, bangunan ini menjadi salah satu favorit para wisatawan dari berbagai penjuru dunia. Tak heran, untuk masuk ke bagian dalam Aya Sophia para pengunjung terkadang harus bersabar mengikuti antrian panjang untuk membeli tiket masuk seharga TL 25. Sama seperti pintu masuk istana Topkapi, untuk masuk ke halaman depan Aya Sophia, para pengunjung juga harus melalui metal detector dan x-ray barang bawaan.

Seketika melewati pintu masuk bangunan Aya Sophia, pengunjung akan merasakan suasana relijius dan sakral yang luar biasa. Bangunan ini seperti rumah raksasa. Langit-langit bangunan yang begitu tinggi ditopang oleh dinding-dinding serta lantai dari marmer berukuran besar, membuat pengunjung yang masuk ke dalamnya akan merasa kerdil. Intensitas cahaya rendah dari lampu gantung berwarna sephia, serta sinar matahari yang menyelinap masuk melalui kaca-kaca mozaik khas gereja klasik eropa bertemu dengan kaligrafi indah timur tengah di langit-langit Aya Sophia menciptakan suasana kudus.




Salah satu pemandangan yang menarik di bagian dalam Aya Sophia adalah masih terpeliharanya gambar bunda maria di atas langit-langit kubah mihrab yang diapit oleh kaligrafi raksasa bertuliskan lafadz Allah SWT dan Nabi Muhammad Saw, serta kaligrafi bertuliskan nama Khulafaurrasyidin pada dinding bawahnya dengan ukuran yang lebih kecil. Juga sepasang gambar malaikat bersayap di bawah kubah utama yang dipenuhi kaligrafi arab, melegkapi pesan kedamaian Islam yang dibawa oleh Sultan Muhammad Al-Fatih saat membebaskan Konstantinopel.



Terlepas dari apa pun yang dijelaskan oleh guide para pengunjung dari berbagai belahan dunia tentang Aya Sophia, satu hal yang pasti bahwa bangunan ini memiliki cerita dan sejarah yang sangat banyak untuk diceritakan. Bukan hanya untuk bangsa Turki atau dunia Islam, tapi juga bagi semua orang yang tertarik dengan perjalanan sejarah jatuh bangunnya berbagai imperium besar di Seluruh dunia. Dan yang pasti, berfoto di depan Aya Sophia 'wajib' hukumnya bagia siapa pun yang mengunjungi Kota Istanbul untuk pertama kalinya sebagai bukti paling original bahwa ia telah menginjakkan kaki di Istanbul. (Hahahahahaha.... Itu menurut saya)

Di depan Aya Sophia, terdapat sebuah masjid megah nan indah yang sangat terkenal, Blue Mosque atau Sultan Ahmed Cami. Masjid ini hanya dipisahkan oleh taman dan air mancur yang asri dengan Aya Sophia. Biasanya pengunjung yang beragama Islam seperti kami mengunjungi masjid ini sekaligus untuk melaksanakan shalat dzuhur atau ashar. Halaman masjid bagian luar yang dipenuhi pohon rindang dan taman asri serta dilengkapi tempat duduk yang nyaman membuat pengunjung yang tidak shalat tetap merasakan kenyamanan Blue Mosque. Tempat wudhu yang terletak di bagian samping halaman luar masjid dengan jumlah keran yang cukup banyak tak pernah kehabisan air segar yang dinginnya sedingin air gunung.



Untuk masuk ke bagian dalam Blue Mosque, setiap pengunjung wajib menutup aurat, bahkan non muslim sekalipun. Dan pengunjung yang bukan muslim hanya boleh masuk sampai batas yang telah ditentukan dan dibatasi dengan border partisi. Di sinilah salah satu sisi menarik dari Blue Mosque. Kita akan menemukan perempuan-perempuan dari berbagai etnis dan suku bangsa di dunia mengenakan hijab atau jilbab. Pemandangan yang luar biasa! (Dilarang negatif thinking... Hihihihihi...)

Itu sesuatu yang aneh, tapi menakjubkan menurut saya. Walaupun selalu ramai, tak perlu khawatir kehilangan sendal atau sepatu di sini. Pengurus masjid telah menyediakan kantong kresek gratis untuk sendal/sepatu pengunjung. Dan di dalam masjid tersedia rak-rak sepatu yang memungkinkan pengunjung melaksanakan shalat di dalamnya tanpa harus cemas akan kehilangan sepatu. Patut ditiru di indonesia.

Bagian dalam Blue Mosque sebenarnya tidak terlalu jauh berbeda dengan masjid-masjid di Istanbul pada umumnya. Namun ukurannya yang lebih luas dan keindahan motif seni kaligrafinya yang dominan berwarna biru membuat Blue Mosque tampak lebih indah dan megah dibandingkan masjid-masjid lainnya di Istanbul. Selain itu, letaknya yang berada di dalam kompleks kota tua Istanbul menjadikan Blue Mosque sebagai salah satu destinasi utama wisatawan yang ada di Istanbul dan menjadi icon kedua Kota tua Istanbul setelah Aya Sophia. Next, tentu saja foto-foto. Di depan Blue Mosque sudah tersedia deretan bangku untuk berfoto dengan latar belakang Blue Mosque atau pun Aya Sophia. Hanya saja, mungkin perlu pertimbangan jika ingin berfoto pada siang bolong yang terik. Bukan apa-apa, hanya saja panaaasss... Dan dipastikan wajah anda di foto yang anda cetak nantinya akan lucu..

Well.. Selesai sudah target kunjungan di hari kedua ini. Selain tiga bangunan bersejarah yang sudah kami kunjungi, sebenarnya masih ada beberapa situs bersejarah lainnya di kompleks kota tua ini, seperti tugu ular peninggalan romawi kuno di bekas Hippodrome, dsb. Tapi karena kampung tengah sudah tak mau kompromi, maka petualangan di kota tua hari ini diakhiri dengan indah di salah satu kedai makan tak jauh dari Blue Mosque. *to be continued
Read More ..