Wednesday, June 21, 2017

SENJA DI TEPI BOSPHORUS

#TurkeyTripSeries

Day 2

Menyusuri lorong-lorong sejarah di Kota Tua Istanbul memang tak bisa singkat. Hari ini kami hampir menghabiskan seluruh waktu siang di kompleks tersebut. Puas? Tentu saja sangat puas. Meskipun, selalu banyak alasan untuk merindukan tempat ini kembali. Matahari perlahan tapi pasti semakin rendah. Sebentar lagi senja. Aku melirik jam, sudah lewat jam enam sore. Eits, jangan tertipu dengan jam. Berbeda dengan waktu Indonesia, saat ini di Istanbul matahari tenggelam menjelang pukul 21.00 waktu setempat. Jadi, masih ada waktu bagi kami untuk memutuskan dimana harus menikmati senja di Istanbul. Ada beberapa pilihan menarik. Diantaranya menelusuri selat Bosphorus menggunakan kapal wisata, atau menikmati senja sambil minum teh atau kopi di tepi selat Bosphorus. Akhirnya kami memutuskan menelusuri selat Bosphorus dengan kapal wisata.

Mobil yang kami sewa segera melaju ke dermaga tempat perahu-perahu wisata bersandar di sekitar kawasan Grand Bazaar. Begitu tiba, langsung disambut oleh para calo seperti calo-calo penumpang di terminal angkutan di Indonesia. Setelah negosiasi harga kami pun menuju kapal yang bersandar di dermaga. Melihat kapalnya masih kosong, kawanku keberatan dan mempertanyakan waktu kebrangkatan. Ternyata kami masih harus menunggu paling cepat setengah jam, dan rute yang ditempuh membutuhkan waktu hingga dua jam.

Setelah berdiskusi sebentar, kami memutuskan tour selat Bosphorus sore ini batal. Soalnya salah satu daya tarik tour selat Bosphorus ini adalah kesempatan untuk mengabadikan pemandangan Istanbul beserta bangunan-bangunan bersejarahnya yang tidak bisa didapatkan melalui jalur darat. Jika kami tetap paksakan, mungkin aku tak bisa mendapatkan kualitas gambar terbaik akibat ekspos cahaya yang kurang. Yah, namanya juga photografer amatir, masih sangat tergantung pada suplai cahaya di objek pemotretan. (Cie.. Cie.. Cie.. Gaya!)

Akhirnya kami lanjutkan ke Plan B. (Halah... Dari tadi juga gak pake plan-plann segala... Hahahahhaa....) Mister Abdullah, driver asli Turki yang menemani kami hari ini segera banting stir menuju kawasan Besiktas, ke istana Dolmabahce. Istana Dolmabahce saat ini telah menjadi museum, dan kadang-kadang difungsikan sebagai wisma negara Turki yang digunakan oleh Presiden ketika berkunjung ke Istanbul. Dulu istana Dolmabahce ini sempat menjadi pusat administrasi pemerintahan setelah barakhirnya era kesultanan dinasti utsmaniyah. Letaknya yang strategis tepat di tepi selat Bosphorus dan bentuk bangunan yang megah menjadikannya tampak menarik bagi siapa pun yang ingin menikmati keindahan selat Bosphorus. Di samping kiri istana, berada di dalam kompleks masjid Dolmabahce Cami, terdapat sebuah cafe yang menyuguhkan pemandangan yang sama dengan view penghuni istana sambil menikmati segelas teh turki atau double capuccino.



Di sinilah kami menikmati senja hari ini. Senja di tepi Bosphorus. Saat cahaya matahari perlahan menghilang, keindahan Istanbul bagian Asia di malam hari pun mulai terlihat. Ketika lampu-lampu mulai dinyalakan dan memantulakan cahanya terangnya di atas air selat Bosphorus. Semilir angin sejuk bertiup menerpa wajah para pengunjung yang sebagian besarnya muda mudi di sini. Mereka larut dalam percakapan yang seru sambil seskali terdengar gelak tawa di antara mereka. Asap rokok megepul bebas dan segera menghilang terseret angin dari arah Marmara. Kami sangat beruntung, masih bisa menemukan kursi kosong di sini. Jumlah kursi yang memang terbatas tidak sebanding dengan jumlah pengunjung yang ingin menikmati semilir angin selat Bosphorus di malam hari. Apalagi di depan tempat ini berdiri megah stadion sepak bola salah satu klub raksasa Turki, Besiktas.



Saat malam makin larut, kami pun beranjak meninggalkan Dolmabahce. Apalagi panggilan alam sudah mulai terasa, dinner time! Kami memilih untuk menikmati makan malam di daerah Taksim Square saja, biar lebih dekat dengan hotel. Mister Abdullah menerobos jalan-jalan padat Istanbul yang tak pernah tidur menuju Taksim. Di tengah jalan, kami memutuskan balik ke Point Hotel lebih dulu untuk shalat dan meluruskan badan sejenak. Badan kami rasanya mau remuk, kelelahan. Sampai di hotel, kami segera shalat, setelah itu meluruskan badan.



Dan akhirnya, kelelahan mengalahkan rasa lapar. Kami tepar tanpa daya. Aku tertidur sampai pagi. Sementara kawanku masih sempat mengganjal perutnya dengan indomie gelas produk indofood yang dia beli malam sebelumnya di toko klontong sekitar hotel. Sungguh, cita rasa indonesia tak pernah hilang dimana pun kita berada. Percayalah, indomie selalu ada dimana-mana. Hehehehee...

 *to be continued

0 comments:

Post a Comment