Dulu, saya sering meremehkan orang-orang yang mengalami kecemasan atau depresi sebagai orang lemah. Bahkan tetap seperti itu, hingga saya mengalaminya sendiri. Saya pikir, mereka yang terlalu cemas atau bahkan depresi adalah orang-orang yang tidak memiliki keyakinan spiritual yang kuat dan prinsip hidup yang teguh.
Mungkin juga itu benar. Dan jika benar, maka sayalah orangnya. Sayalah orang yang tidak memiliki kekuatan spiritual dan keteguhan prinsip itu. Sayalah si lemah tidak berdaya. Yang membaca ratusan buku dan tidak pernah berhenti mencari mata air inspirasi dari kitab suci. Sayalah si lemah yang tak bosan berbagi motivasi tentang prinsip-prinsip kehidupan.
Tapi rasanya tidak sesederhana ini. Rasanya ada yang salah dengan simplifikasi semacam itu. Saat mengalami kecemasan, rasanya tidak berhubungan dengan keyakinan atau prinsip kehidupan. Ini soal pikiran yang terus menumpuk dalam satu waktu. Tidak seperti biasanya, ketika pikiran mengalir dan menemukan ujung-ujungnya sendiri. Kali ini, terlalu banyak pikiran dan tidak menemukan ujungnya, lalu bertumpuk bagai benang kusut. Dan, terjadilah... gangguan kecemasan...
Kecemasan itu pada awalnya psikologis. Tapi menjadi masalah karena akhirnya mempengaruhi fisik, seperti efek placebo yang bekerja negatif. Muncullah beragam gejala fisik yang mengganggu: sakit kepala, dada terasa sempit, pandangan terputar, tangan dan kaki keram, dan gejala mengganggu lainnya. Secara mental lebih berat lagi: hingga saya merasa, mungkin hari ini telah tiba saatnya...
Kecemasan semakin parah karena ketidaktahuan. Saya awam. Saya tidak pernah tertarik membaca buku-buku yang secara speaifik membahas kecemasan dan depresi, sebab saya yakin kondisi itu tidak mungkin terjadi pada saya. Saya orang kuat. Angkuh memang. Untunglah saya selalu percaya para ahli. Saya cukup rendah hati untuk mendengarkan sejumput pengerahuan dari mereka yang telah menggali ilmunya bertahun-tahun...
Setelah berkonsultasi kepada dokter ahli sahabat saya, barulah saya sedikit memahami apa yang terjadi dan saya alami. Lalu terus belajar dan mencari informasi. Dan kebetulan, menemukan buku hebat berbasis pengalaman dari seorang penulis penyintas bunuh diri akibat depresi, Matt Haig, dengan judul yang indah: Reason to Stay Alive. Dari buku inilah saya belajar, bahwa salahsatu obat kecemasan itu adalah membicarakan atau menuliskannya...
0 comments:
Post a Comment