Selalu ada hikmah dalam setiap jengkal hidup kita, seperti hari ini. Karena mobil masuk bengkel, aku beraktivitas menggunakan angkot. Yang membuatku termenung adalah pada cara Allah membagi-bagi rezkinya pada sopir-sopir angkot yang seabrek-abrek banyaknya. Ada begitu banyak penumpang yang menunggu angkot di pinggir jalan. Juga begitu banyak angkot yang berseliweran cari penumpang. Kadang-kadang sopir angkot sudah klakson calon penumpang di depan, ternyata tidak ada respon. Giliran angkot belakangnya yang klakson, si penumpang melambaikan tangan. Subhanallah…
Padahal hampir tak ada difrensiasi kedua angkot tadi. Persoalannya hanyalah pada momentum mana si penumpang melambaikan tangannya pada deretan angkot yang tujuannya sama itu. Dan sopir-sopir itu tak perlu merasa ngotot nungguin setiap penumpang yang dilaluinya untuk melambaikan tangan, sebab di depan sana, pada momentum yang berbeda, penumpang lain akan melambaikan tangan untuknya. Jika terlalu cepat, atau terlalu lambat, maka momentum rezki Allah itu bukan untuk dirinya. Subhanallah…
Sepajang jalan yang ku lalui ada begitu banyak fenomena yang sama. Pada deretan ruko di sebuah komples pertokoan, berjejer beberapa toko dengan jualan yang sama, mungkin juga harganya sama, sumber produknya sama, tapi masing-masing memiliki pembeli yang berbeda-beda. Di depan kampus pun demikian. Ada puluhan jasa foto copy di areal yang sama, tapi tetap saja menghadirkan pelanggannya masing-masing. Subhanallah, betapa indahnya cara Allah membagi-bagi rezkinya…
Kalau direnung-renungi, sebenarnya tak ada alasan bagi siapa saja hamba Allah untuk ngotot dengan rezkinya. Sebab Allah pasti Maha Adil. Yang diperlukan hanya ikhtiar dan do’a. Mungkin keyakinan seperti inilah yang tidak dimilki oleh mereka-mereka yang saling bunuh karena berebut rezki yang sebenarnya sudah ditetapkan. Mereka tak memahami, bahwa jika ikhtiar telah optimal, do’a pun telah terlafadzkan, selebihnya tinggallah urusan Allah saja. Dan Allah Maha Segala-galanya…
Itulah sebabnya, hati ini rasanya menangis melihat anak-anak bangsa ini yang kekurangan, saling jegal dan saling injak pada setiap momentum pembagian sembako, daging Qurban, atau uang yang nilainya tak seberapa. Mereka rela kehilangan nyawa demi sebuah pertarungan yang tak ada judulnya. Bayi-bayi mereka rela tergilas, untuk sebuah kompetisi hidup yang tak pernah ada habisnya. Ya Allah…ampuni kami atas kelamahan dan ketakberdayaan ini…
3 comments:
Saya juga suka mengamati para pejalan kalau lagi jalan. Baca tulisan Bang Iwan ini jadi teringat saya tentang kisah seorang bapak penjual jangek dan telur asin, kisahnya ada di blog saya yang berbahasa Indonesia.
Btw, salam kenal :)
Boleh tukeran link?
official site saya : http://evytaar.com
setuju bang, banyak anak banyak rejeki, wkekekkkk..
Evy: Yah, perjalanan selalu memberikan hikmah. Ada saja.. Salam kenal juga.
Fitiansyah: Yang penting bukan asal cetak anak doang, tapi jg tau cara dapetin rezkinya. hehehehe
Post a Comment