Thursday, October 24, 2013
HUJAN OKTOBER
hujan oktober
akhirnya kau hadir
menghapus jejak-jejak amarah
mentari,
yang kadang tak ramah di sini
hujan oktober
gerimismu datang membawa tanda
juga setetes duka
membuat segalanya berubah
lebih lambat, lebih lama dari biasanya
hujan oktober
kau hanyutkan hati dan fikiranku
lewat aroma dan sejuknya nafasmu
menelusuri lini masa
memandangi kilatan-kilatan peristiwa
kadang buram, kadang indah
hujan oktober
sampaikan salam cintaku padanya
padanya yang hatiku ku tambat
dari derasnya arus ego mu
katakan aku mecintainya
dan tak akan berhenti mencintainya Read More ..
Sunday, October 20, 2013
IF YOU CAN DREAM IT, YOU CAN DO IT!!!
"IF YOU CAN DREAM IT, YOU CAN DO IT!". Sebuah pesan singkat yang sangat kuat. Menghunjam ke hati dan membangkitkan obsesi-obsesi yang sudah lama terkubur. Sudah terlalu banyak biografi orang-orang hebat yang menceritakan kebenaran adagium ini. Terakhir saya membaca penuturan bintang Arsenal, Lukas Podolski, bahwa salah satu film yang menginspirasinya menjadi pesebakbola hebat adalah "Kapten Tsubasa Cartoon". Film bola asal Jepang tersebut telah membantunya memvisualisasi sebuah mimpi, yaitu menjadi pesepak bola dunia.
Tentu masih banyak lagi kisah-kisah serupa yang terjadi di sekitar kita. Salah satu yang bisa kita saksikan saat ini adalah temuan-temuan teknologi komunikasi yang berkembang pesat, dan sebagian besarnya diinspirasi oleh imajinasi para pembuat film. Saya masih ingat film anak "Power Ranger", yang berkomunikasi dengan menggunakan jam tangan. Saat ini Handphone jam tangan sudah bukan barang langka lagi. Begitu pula dengan teknologi layar sentuh, sesuatu yang dulunya hanya dapat kita saksikan di film-film, saat ini telah menjadi teknologi biasa pada android.
Jadi, semuanya berawal dari mimpi, imajinasi, yang menjadi energi pendorong bagi jiwa-jiwa yang obsesif, kreatif dan pantang menyerah untuk mewujudkannya dalam kehidupan manusia... Read More ..
Tentu masih banyak lagi kisah-kisah serupa yang terjadi di sekitar kita. Salah satu yang bisa kita saksikan saat ini adalah temuan-temuan teknologi komunikasi yang berkembang pesat, dan sebagian besarnya diinspirasi oleh imajinasi para pembuat film. Saya masih ingat film anak "Power Ranger", yang berkomunikasi dengan menggunakan jam tangan. Saat ini Handphone jam tangan sudah bukan barang langka lagi. Begitu pula dengan teknologi layar sentuh, sesuatu yang dulunya hanya dapat kita saksikan di film-film, saat ini telah menjadi teknologi biasa pada android.
Jadi, semuanya berawal dari mimpi, imajinasi, yang menjadi energi pendorong bagi jiwa-jiwa yang obsesif, kreatif dan pantang menyerah untuk mewujudkannya dalam kehidupan manusia... Read More ..
Friday, October 18, 2013
MENJAWAB TANTANGAN
Jika kita mengkaji bagaimana sejarah peradaban manusia terus berubah, maka sesungguhnya kita akan menemukan satu kata yang menjadi kunci pemicu keseluruhan gerak perubahan peradaban manusia itu, yakni TANTANGAN. Ya, tantanganlah yang mendorong masyarakat manusia untuk berubah dan berevolusi. Menciptakan peradaban yang belum pernah dibayangkan oleh manusia sebelumnya.
Perhatikanlah bagaimana manusia purba yang awalnya hidup nomaden dan berkelompok kemudian memutuskan untuk menetap dan bercocok tanam. Tantangan hadir dari internal mereka, dimana jumlah populasinya mulai besar dan sangat merepotkan ketika harus bermigrasi. Perubahan lingkungan alam juga memaksa mereka untuk tidak lagi bergantung pada perubahan musim, tetapi menciptakan sendiri sumber-sumber makanan melalui bercocok tanam. Maka lahirlah sebuah kebudayaan baru yang menjadi tonggak dimulainya era sejarah yang baru.
Begitupun kita dan organisasi dakwah kita, terus berubah. Setidaknya yang kasat mata adalah perubahan strategi dan struktur organisasi. Dari partai tertutup dan ekslusif menjadi partai terbuka yang inklusif. Dari kinerja charity menjadi kinerja empowering. Dari pencitraan politik melalui media menjadi kontribusi politik melalui kinerja. Dari struktur organisasi berbasis tugas menjadi struktur organisasi berbasis segmen. Dan berbagai perubahan-perubahan strategis lainnya.
Setidaknya ada dua tantangan yang membuat kita harus berubah. Pertama adalah tantangan kapasitas. Ini adalah tantangan yang hadir sebagai konsekuensi pertumbuhan mihwar dakwah, dari mihwar muassasi menuju mihwar daulah (negara). Kapasitas kepemimpinan kita akan dipertanyakan. Sebab kita akan mengelola sebuah negara, bukan hanya sebuah partai politik. Kita harus memiliki kapasitas untuk memimpin 230 juta rakyat Indonesia, yang terdiri dari ribuan suku dan budaya, beragam agama serta etnis, mengelola wilayah teritori ketiga terbesar di dunia, mengadapi keberagaman dan pluralitas, dan membawa bangsa ini sejajar dengan bangsa-bangsa lain di dunia.
Pertanyaannya kemudian adalah apakah kita mampu memimpin Indonesia? Dan kalau pun kita mampu, apakah rakyat Indonesia percaya bahwa kita mampu memimpin mereka? Tentu saja kepercayaan rakyat itu tidak lahir sertamerta hanya dengan kepercayaan diri kita mengatakan “Ya!”. Tetapi kepercayaan itu harus dibangun melalui interaksi yang panjang dengan mereka. Rakyat harus melihat dengan mata kepala mereka sendiri bahwa “ya!”, memang kita memiliki kapasitas untuk memimpin mereka.
Tantangan kedua adalah perubahan lingkungan strategis. Inilah era Web 2.0, dimana setiap orang dimuka bumi saling terkoneksi. Koneksi antar individu ini melahirkan sebuah jejaring raksasa yang lebih besar dan lebih kuat dari institusi negara. Itulah yang terjadi di Timur Tengah tahun ini, revolusi jejaring sosial. Kebijakan yang diambil oleh pemerintah segera mendapatkan respon publik hanya dalam hitungan detik dan dalam jumlah yang massif. Setiap individu bebas menyatakan pendapatnya, sikapnya dan perasaannya kepada siapa saja dan dimana saja. Bahkan pendapat individu ini dapat saja menjadi pendapat massa, sebab jejaring ini bekerja secara horizontal tanpa ada yang merekayasa dan mengendalikan. Teknologi informasi telah membuat setiap individu menjadi powerful, dan menjadi unborderles civilization.
Kesadaran akan tantangan inilah sehingga para qiyadah menjawabnya dengan melakukan perubahan-perubahan strategis dalam organisasi dakwah kita. Akan tetapi, perubahan-perubahan itu tidak akan bermanfaat banyak jika organisasi dan kader kita di bawah tidak menyesuaikan diri dan melakukan perubahan-perubahan yang sama. Sebab pelaksana operasional dari hampir semua kebijakan-kebijakan strategis itu adalah struktur di bawah dan kader.
Oleh karena itu sangat urgen rasanya kita merencanakan rekayasa untuk mengubah mindset , kultur dan cara bekerja pengurus serta kader-kader dakwah. Sudah saatnya kita mendorong kultur baru dalam organisasi kita, kultur organisasi pembelajar. Dan tentu saja, salah satu jalannya adalah mendorong hadirnya kesadaran akan tantangan dakwah hari ini dan yang akan datang. Wallahu ‘Alam.
Read More ..
Perhatikanlah bagaimana manusia purba yang awalnya hidup nomaden dan berkelompok kemudian memutuskan untuk menetap dan bercocok tanam. Tantangan hadir dari internal mereka, dimana jumlah populasinya mulai besar dan sangat merepotkan ketika harus bermigrasi. Perubahan lingkungan alam juga memaksa mereka untuk tidak lagi bergantung pada perubahan musim, tetapi menciptakan sendiri sumber-sumber makanan melalui bercocok tanam. Maka lahirlah sebuah kebudayaan baru yang menjadi tonggak dimulainya era sejarah yang baru.
Begitupun kita dan organisasi dakwah kita, terus berubah. Setidaknya yang kasat mata adalah perubahan strategi dan struktur organisasi. Dari partai tertutup dan ekslusif menjadi partai terbuka yang inklusif. Dari kinerja charity menjadi kinerja empowering. Dari pencitraan politik melalui media menjadi kontribusi politik melalui kinerja. Dari struktur organisasi berbasis tugas menjadi struktur organisasi berbasis segmen. Dan berbagai perubahan-perubahan strategis lainnya.
Setidaknya ada dua tantangan yang membuat kita harus berubah. Pertama adalah tantangan kapasitas. Ini adalah tantangan yang hadir sebagai konsekuensi pertumbuhan mihwar dakwah, dari mihwar muassasi menuju mihwar daulah (negara). Kapasitas kepemimpinan kita akan dipertanyakan. Sebab kita akan mengelola sebuah negara, bukan hanya sebuah partai politik. Kita harus memiliki kapasitas untuk memimpin 230 juta rakyat Indonesia, yang terdiri dari ribuan suku dan budaya, beragam agama serta etnis, mengelola wilayah teritori ketiga terbesar di dunia, mengadapi keberagaman dan pluralitas, dan membawa bangsa ini sejajar dengan bangsa-bangsa lain di dunia.
Pertanyaannya kemudian adalah apakah kita mampu memimpin Indonesia? Dan kalau pun kita mampu, apakah rakyat Indonesia percaya bahwa kita mampu memimpin mereka? Tentu saja kepercayaan rakyat itu tidak lahir sertamerta hanya dengan kepercayaan diri kita mengatakan “Ya!”. Tetapi kepercayaan itu harus dibangun melalui interaksi yang panjang dengan mereka. Rakyat harus melihat dengan mata kepala mereka sendiri bahwa “ya!”, memang kita memiliki kapasitas untuk memimpin mereka.
Tantangan kedua adalah perubahan lingkungan strategis. Inilah era Web 2.0, dimana setiap orang dimuka bumi saling terkoneksi. Koneksi antar individu ini melahirkan sebuah jejaring raksasa yang lebih besar dan lebih kuat dari institusi negara. Itulah yang terjadi di Timur Tengah tahun ini, revolusi jejaring sosial. Kebijakan yang diambil oleh pemerintah segera mendapatkan respon publik hanya dalam hitungan detik dan dalam jumlah yang massif. Setiap individu bebas menyatakan pendapatnya, sikapnya dan perasaannya kepada siapa saja dan dimana saja. Bahkan pendapat individu ini dapat saja menjadi pendapat massa, sebab jejaring ini bekerja secara horizontal tanpa ada yang merekayasa dan mengendalikan. Teknologi informasi telah membuat setiap individu menjadi powerful, dan menjadi unborderles civilization.
Kesadaran akan tantangan inilah sehingga para qiyadah menjawabnya dengan melakukan perubahan-perubahan strategis dalam organisasi dakwah kita. Akan tetapi, perubahan-perubahan itu tidak akan bermanfaat banyak jika organisasi dan kader kita di bawah tidak menyesuaikan diri dan melakukan perubahan-perubahan yang sama. Sebab pelaksana operasional dari hampir semua kebijakan-kebijakan strategis itu adalah struktur di bawah dan kader.
Oleh karena itu sangat urgen rasanya kita merencanakan rekayasa untuk mengubah mindset , kultur dan cara bekerja pengurus serta kader-kader dakwah. Sudah saatnya kita mendorong kultur baru dalam organisasi kita, kultur organisasi pembelajar. Dan tentu saja, salah satu jalannya adalah mendorong hadirnya kesadaran akan tantangan dakwah hari ini dan yang akan datang. Wallahu ‘Alam.
Thursday, October 17, 2013
SENSITIFITAS
Sahabat,
Tak jarang kita mengalami kedalaman rasa ketika menyaksikan atau mengalami sebuah peristiwa. Saat melihat korban kekejaman di TV misalnya, tanpa sadar air mata ini tumpah. Atau ketika menyaksikan bayi mungil yang dimanfaatkan untuk mengemis, rasa iba mengharubiru. Atau disaat kita sedang shalat, bahkan ayat-ayat yang dibacakan oleh imam pun tak begitu kita fahami artinya, tetapi airmata menganaksungai begitu saja... Itulah sensitivitas...
Namun, dikesempatan yang lain, dengan peristiwa-peristiwa yang sama, suasana yang sama, dan mungkin orang-orang yang sama, tak jarang hati kita tetap dingin tak bergeming. Kemana sensitivitas itu pergi? Adakah ia memiliki jangkar, yang bisa untuk ditancapkan atau dilepas sewaktu-waktu?
Sahabat,
Sungguh sensitivitas adalah sebuah anugrah yang patut disyukuri. Sensitivitas itulah yang menghadirkan getaran-getaran rasa atas setiap peristiwa dalam kehidupan manusia, mendorong kita untuk memberinya makna. Sensistivitas itulah yang menjadi energi untuk kita berbagi dan menolong sesama. Bahkan sensitivitas itulah yang melahirkan kesadaran diri, sadar betapa kecilnya diri di hadapan Sang Pencipta, sadar diri akan kesetaraan dan persamaan sesama manusia. Read More ..
Tak jarang kita mengalami kedalaman rasa ketika menyaksikan atau mengalami sebuah peristiwa. Saat melihat korban kekejaman di TV misalnya, tanpa sadar air mata ini tumpah. Atau ketika menyaksikan bayi mungil yang dimanfaatkan untuk mengemis, rasa iba mengharubiru. Atau disaat kita sedang shalat, bahkan ayat-ayat yang dibacakan oleh imam pun tak begitu kita fahami artinya, tetapi airmata menganaksungai begitu saja... Itulah sensitivitas...
Namun, dikesempatan yang lain, dengan peristiwa-peristiwa yang sama, suasana yang sama, dan mungkin orang-orang yang sama, tak jarang hati kita tetap dingin tak bergeming. Kemana sensitivitas itu pergi? Adakah ia memiliki jangkar, yang bisa untuk ditancapkan atau dilepas sewaktu-waktu?
Sahabat,
Sungguh sensitivitas adalah sebuah anugrah yang patut disyukuri. Sensitivitas itulah yang menghadirkan getaran-getaran rasa atas setiap peristiwa dalam kehidupan manusia, mendorong kita untuk memberinya makna. Sensistivitas itulah yang menjadi energi untuk kita berbagi dan menolong sesama. Bahkan sensitivitas itulah yang melahirkan kesadaran diri, sadar betapa kecilnya diri di hadapan Sang Pencipta, sadar diri akan kesetaraan dan persamaan sesama manusia. Read More ..
Subscribe to:
Posts (Atom)