Sahabat,
Tak jarang kita mengalami kedalaman rasa ketika menyaksikan atau mengalami sebuah peristiwa. Saat melihat korban kekejaman di TV misalnya, tanpa sadar air mata ini tumpah. Atau ketika menyaksikan bayi mungil yang dimanfaatkan untuk mengemis, rasa iba mengharubiru. Atau disaat kita sedang shalat, bahkan ayat-ayat yang dibacakan oleh imam pun tak begitu kita fahami artinya, tetapi airmata menganaksungai begitu saja... Itulah sensitivitas...
Namun, dikesempatan yang lain, dengan peristiwa-peristiwa yang sama, suasana yang sama, dan mungkin orang-orang yang sama, tak jarang hati kita tetap dingin tak bergeming. Kemana sensitivitas itu pergi? Adakah ia memiliki jangkar, yang bisa untuk ditancapkan atau dilepas sewaktu-waktu?
Sahabat,
Sungguh sensitivitas adalah sebuah anugrah yang patut disyukuri. Sensitivitas itulah yang menghadirkan getaran-getaran rasa atas setiap peristiwa dalam kehidupan manusia, mendorong kita untuk memberinya makna. Sensistivitas itulah yang menjadi energi untuk kita berbagi dan menolong sesama. Bahkan sensitivitas itulah yang melahirkan kesadaran diri, sadar betapa kecilnya diri di hadapan Sang Pencipta, sadar diri akan kesetaraan dan persamaan sesama manusia.
Thursday, October 17, 2013
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment