Manusia agung itu berduka. Air matanya menetes. Meski tak ditampakkan kepada orang-orang yang mencintainya. Belum hilang rasanya perih hati beliau kala mendengarkan tangis kelaparan bayi-bayi kaum muslimin akibat embargo Quraisy selama 3 tahun. Belum kering kiranya rasa pahit dedaunan yang beliau harus makan bersama kaum muslimin akibat boikot ekonomi musuh-musuh Allah itu. Tiba-tiba saja Allah memanggil 2 manusia yang sangat dicintainya. Pertama pamannya, Abu Thalib. Lelaki yang sejak kecil memeliharanya, bahkan melindunginya hingga beliau diangkat menjadi Rasul Allah. Lalu tak lama kemudian istrinya, Khadijah binti Khuwailid. Perempuan mulia yang selalu setia mendampinginya dalam menyebarkan Risalah Allah. Sungguh kesedihan yang teramat dalam bagi Sang Nabi. Tahun itu adalah tahun kesedihan (‘amul huzn). Sebuah penggalan masa-masa sulit bagi manusia agung yang kelak melahirkan peradaban baru di muka bumi, Muhammad Saw.
Begitu pula kesedihan yang menimpa seorang patriot Amerika, FD Roosevelt. Di tengah kesibukannya mempersiapkan diri menghadapi pemilihan Presiden Amerika, ujian terberat untuk keputusan-keputusan berat datang menghampirinya. Senator muda itu terserang Polio, penyakit lumpuh yang pada masanya dianggap nista. Telah datang masa-masa sulit untuk pahlawan Amerika itu. Ia harus berkompetisi di atas kursi roda untuk menjadi pemimpin yang akan memenangkan Amerika dalam perang dunia dan menyelamatkan rakyatnya dari depresi ekonomi terbesar dalam sejarah bangsanya.
Untuk sejenak sang senator gundah, putus asa, dan tenggelam dalam lara. Bagaimana mungkin ia mampu memimpin sebuah bangsa yang menganggap hina penderita Polio seperti dirinya? Lalu sang senator membuat keputusan besar dalam hidupnya. Keputusan yang kelak membawa bangsanya memenangkan Perang Dunia dan menyelamatkan rakyat Amerika dari bencana depresi ekonomi untuk selanjutnya menjadi negara adidaya…
Masa-masa sulit itu adalah sebuah siklus kehidupan. Ia senantiasa hadir menyapa orang-orang yang memilki mimpi-mimpi besar. Masa-masa sulit itu hadir bukan untuk menghambat jalan tegaknya sang mimpi, tetapi untuk membentuk jiwa-jiwa obsesif mereka yang mengusung panji-panjinya, menjadi kokoh dan menyala. Memang ada kesedihan di dalamanya. Memang ada duka lara di setiap hadirnya. Tetapi bagi jiwa-jiwa raksasa, kesedihan dan duka lara itu tak sedikitpun mengubah mimpi mereka. Mereka menangis, tapi jiwa mereka selalu optimis. Mereka sedih, dan pada saat yang sama pikiran mereka terus bekerja untuk menyusun kembali bangunan mimpinya tegak dalam kehidupan…
Masa-masa sulit itu tak pernah pasti kapan datangnya. Juga tak pernah bertoleransi untuk berapa lama waktunya. Ia dapat menimpa siapa saja: saya, mereka dan juga anda. Terkadang masa sulit itu terjadi dalam skala yang luas seperti masyarakat atau bangsa kita. Namun ia lebih sering hadir hanya untuk kita dan orang-orang yang kita cintai. Bagi mereka yang jiwanya kerdil, masa-masa sulit itu terasa sangat lama dan menyiksa. Seringkali ia melahirkan kesedihan yang teramat dalam dan berujung pada keputus-asaan. Ia hadir bukan hanya melemahkan, tetapi sekaligus bencana yang menghancurkan. Karena di mata mereka, masa-masa sulit itu adalah hukuman dan ketidak-adilan Tuhan yang telah memporak-porandakan hidup dan mimpi mereka…
Sahabat, mungkin masa-masa sulit itu pernah hinggap dalam hidup kita. Atau mungkin saja saat ini adalah masa-masa sulit itu bagi kita. Masa-masa yang penuh himpitan hidup, atau bahkan potongan waktu yang bertabur peristiwa kehilangan orang-orang yang kita cintai dan harapkan. Ada airmata yang mengalir di setiap fragmenya. Ada perih yang membuncah ketika jiwa terpaksa menjalaninya. Ada sesal yang mendera saat teringat pada berbagai kealfaan di masa-masa sebelumnya. Semua itu hal yang wajar, karena kita memang manusia…
Tapi ketahuilah sahabatku, bahkan Sang Nabi kekasih Allah pun mendapatkan giliran masa-masa sulit itu. Dan beliau telah memberikan keteladanan bagaimana melaluinya. Sudah sunnatullah, bahwa kadar kesulitan yang dihadapi oleh setiap manusia itu berbeda. Kehormatan untuk memikul kesulitan-kesulitan terbesar diberikan Allah kepada para Nabi-Nya. Lalu kepada para ulama dan da’i yang menjadi pewaris para Nabi-Nya. Lalu kepada ummat yang istiqamah memegang Risalah-Nya. Lalu kepada manusia-manusia yang memiliki mimpi-mimpi besar untuk kemaslahatan ummat manusia. Lalu kepada setiap manusia di muka bumi dengan berbagai obsesinya.
Sahabat, masa-masa sulit itu senantiasa hadir pada takaran-takaran kemampuan setiap kita. Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya, itu firman-Nya. Maka tak pernah ada alasan untuk sesorang yang memiliki keimanan dalam hatinya untuk berhenti dan menyerah. Apalagi untuk manusia yang memiliki mimpi dan obsesi-obsesi raksasa, TIDAK! Hingga ia mampu mengukir sejarah. Apalagi untuk kita yang bercita-cita untuk menjadi pewaris Nabi dan menyebarkan Risalahnya atas manusia di muka bumi, hingga Risalah Allah itu tegak di muka bumi…
4 comments:
Masa-masa sulit itu tak pernah pasti kapan datangnya. Juga tak pernah bertoleransi untuk berapa lama waktunya.
kayaknya sy mi na kenna itu
Eleh..eleh.. akhi... kok setiap tulisan ane selalu menggambarkan kondisi ente sih? tragis benner hidup ente... sabar ya akhi...
tulisanta kan banyak-banyak terinspirasi dari saya, ngaku.....!!!, hehehe
hidup ini perlu perubahan kak, makanya mau ma' berubah deh...., hehehe
Akhi...
Perubahan tak harus seperti angin yang membadai. Datang tiba2 dengan suara2 yang lantang & menggelora. Lalu segalanya berubah....
Perubahan terkadang seperti tetesan air. Tenang, kecil, lembut, tapi konsisten! Dan beberapa waktu kemudian, batu yang keras pun mampu dia belah...
Antum boleh pilih model perubahan antum... :D
Post a Comment