Ini hari terakhir bagi kami menikmati kota Istanbul. Besok sore kami sudah harus terbang meningglakan Turki menuju tanah air tercinta. Makanya waktu 24 jam harus dimanfaatakan dengan baik. Judul untuk hari ini adalah berkeliling Istanbul dengan transportasi publik, sambil 'melihat-lihat barang' di pasar terbesar di Istanbul, Grand Bazaar. Kedengarannya keren. Bagian ini juga penting, terutama bagi Anda yang ingin mengunjungi Istanbul sebagai Backpacker. Transportasi publik akan membuat perjalanan Anda lebih mudah, lancar, murah, dan yang tak kalah penting Anda tidak akan tersesat.
Moda transportasi publik di Istanbul cukup beragam, diantaranya yang paling terkenal adalah Tram dan Metro. Sementara moda yang lain cukup banyak dijumpai di tempat lain termasuk di Indonesia yaitu Busway (metrobus) dan Taksi. Dan hari ini, kami akan ditemani oleh soerang sahabat lama yang juga menemani kami pada kunjungan ke Istanbul beberapa tahun yang lalu, Miss Vildan. Kami bertemu Ms. Vildan di Point Hotel dan memulai penjelajahan hari ini dari stasiun Kereta api miring di kawasan Taksim.
Ini akan menjadi pengalaman yang unik, bisa merasakan naik kereta miring yang sempat tayang di salah satu stasiun TV di Indonesia sekitar sepekan yang lalu sebelum Saya berangkat ke Turki. Sebenarnya jarak tempuh kereta ini tidak panjang. Kurang dari satu kilometer. Makanya waktu tempuhnya pun hanya hitungan menit. Tapi sensasi jalur miringnya di bawah tanah yang membuat kereta ini menjadi target banyak wisatawan di Istanbul. Kereta ini menghubungkan kawasan Taksim yang lebih tinggi dengan kawasan Karakoy di sekitar muara Golden Horn Yang lebih rendah.
Untuk naik kereta api miring, kita harus membeli token sebagai alat pembayaran. Kalau tidak salah per orangnya hanya 4 TL untuk satu rute perjalanan. Tapi biar lebih simpel, Ms. Vildan lebih memilih menggunakan Istanbulkart, seperti e-Toll Card kalau di Jakarta. Kartu ini lebih simple sebab bisa diisi ulang dan dapat digunakan oleh lebih dari satu orang. Dan menariknya, kartu ini dapat digunakan untuk berbagai moda transportasi umum di Istanbul seperti Tram, Metro, Metrobus dan juga Feri. Kami keluar di stasiun Karakoy, dan bergegas menuju stasiun Tram yang jaraknya hanya sekitar 30 meter.
Tak perlu menunggu lama untuk bisa kebagian Tram, sebab jarak antara satu tram dangan tram berikutnya sangat cepat. Dari stasiun Karakoy, kami menuju stasiun Bayazit-Kapalicarsi, stasiun terdekat dengan Grand Bazaar. Jarak antara satu stasiun dengan stasiun lainnya juga tidak terlalu lama, sehingga penumpang yang berdiri pun tidak perlu menunggu lama untuk dapat kursi atau sampai di stasiun tujuan. Tak sampai setengah jam, kami sudah sampai di stasiun Bayazit. Sebelum memasuki Grand Bazaar, kami baru sadar kalau tadi pagi belum sempat sarapan. Panggilan alam hampir sama kerasnya dengan panggilan penjaga toko dan rumah makan yang memanggil-manggil calon pembeli untuk singgah.
Akhirnya kami singgah di salah satu rumah makan kecil sebelum pintu masuk Grand Bazaar. Ms. Vildan sempat tertawa, soalnya waktu makan kami tidak jelas, masuk kategori sarapan pagi atau makan siang. Sebab bagi orang Eropa pada umumnya, menu antara sarapan pagi dan makan siang sangat berbeda. Pelayan rumah makan juga sempat bertanya, mau menu sarapan pagi atau makan siang? Whateverlah! Di Indonesia semua itu tidak penting. Yang penting makan! Hahahaha... Jadilah kami memesan menu makan siang sebelum waktunya.
Memasuki Grand Bazaar seperti memasuki sebuah labirin belanja. Begitu masuk, kita akan disuguhkan pada lorong-lorong penuh toko yang menyediakan berbagai macam barang menarik. Mulai dari manisan, rempah, handycraft, pakaian, lampu-lampu hias, gelas aneka bentuk, karpet-karpet indah, dan berbagai kerajinan handmade yang selalu menjadi incaran ratusan ribu pengunjung setiap hari. Menurut wikipedia, ini adalah pasar tertutup terbesar dan tertua di dunia, yang meliputi 61 jalan tertutup dan lebih dari 3000 toko, dan dikunjungi oleh 250 ribu hingga 400 ribu pengunjung setiap harinya. WOW!!! Can you imagine it? No! do not imagine it.. Come here soon and feel the experiences...
Di dalam Grand Bazaar, Ms. Vildan mengajak kami ke toko pakaian dan toko handycraft terbaik dengan harga terbaik pula. Tapi, dia tidak akan terlibat dalam tawar menawar harga, begitu etikanya. Pengunjunglah yang harus tawar menawar harga dengan penjualnya. Setelah mengikuti kelok-kelok labirin belanja ini, sampailah kami di sebuah toko pakaian yang menurut Ms. Vildan kualitasnya bagus, dan jika beruntung kami bisa mendapatkan penawaran harga yang menarik. Kami pun mulai 'melihat-lihat barang' sebagaiman yang saya selalu sampaikan sebelumnya. (Hehehe...)
Dan, mulailah negosiasi harga. Jika Anda biasa belanja di Tanah Abang, anda akan cukup berpengalaman di sini. Mulailah penawaran dengan sepertiga harga. Pada awalnya Anda akan ditertawai, tapi lihatlah 'keajaiban' selanjutnya. Tak ada bedanya dengan menawar di pasar Tanah Abang. Jika beruntung, seperti kata Ms. Vildan, Anda benar-benar akan mendapatkan harga terbaik. Di tengah negosiasi, tiba-tiba melintas seorang pemuda Turki, juga seorang penjual di Grand Bazaar, yang bisa berbahasa Indonesia dengan baik. Tawar-menawar pun makin seru dengan bantuannya.
Dan akhirnya, jadilah kami membeli beberapa barang di Grand Bazaar. Untuk mengkonfirmasi apakah kami termasuk golongan yang beruntung atau merugi dalam negosiasi ini, kami menoleh ke Ms. Vildan demi mendapatkan respon. Dan sepertinya, respon Ms. Vildan menunjukkan kalau kami termasuk Golongan yang beruntung. (Hahahaha... ). Selanjutnya kami menelusuri kembali lorong-lorong Grand Bazaar untuk melihat-lihat barang menarik. Siapa tahu ada barang menarik yang cocok di hati dan pas dikantong untuk bisa dibawa pulang ke Indonesia.