Senja ini, seperti senja yang kemarin. Kendaraan merangkak perlahan dalam antrian panjang para pekerja yang hendak pulang. Seperti deretan rapih burung-burung yang juga hendak kembali ke sarang. Berhias bunyi klakson bersahut-sahutan tanda hilangnya kesabaran. Seperti juga nyanyian burung yang gembira sambil terbang pulang. Seperti sebuah simfoni, melantunkan syair-sayir kehidupan…
Dalam gerak maju sejengkal demi sejengkal mobil yang ku setir sendirian. Terdengar sayup suara azan maghrib dari radio mobil yang ku setel untuk melepas kebosanan. Ada keteduhan, saat panggilan Tuhan menggema di telinga. Ada kesejukan, saat ajakan kemenangan meresap ke dalam jiwa. Juga ada penyesalan, pada keterbatasan yang membuat diri ini tak mampu bersegera memenuhi panggilan-Nya…
Ah… betapa indah senja ini. Senja yang membawa kesadaranku pada kesendirian. Bahwa setiap kita akan kembali kepada-Nya kelak, dengan sendiri-sendiri. Hiruk pikuk kehidupan, adalah ujian-ujian yang mesti dipertanggungjawabkan, sendirian…
Ah… betapa damai senja ini. Senja yang membuatku terharu, tanpa sadar, meneteskan butir bening air mata penyesalan. Atas ketidak mampuan mensyukuri nikmat hidup yang begitu berharga. Atas kesombongan diri, yang tak pernah mau mengakui kekuasaan-Nya atas setiap peristiwa.
Ah.. senja ini. Mengingatkanku pada usia. Ya, usia yang sedang berjalan kea rah senja. Oleh waktu yang tak pernah kompromi. Dan ketika senja itu tiba, entah diri ini berada di bagian senja yang mana…
0 comments:
Post a Comment